Posts

Showing posts from 2019

Tentang Hafalan [Isu]

Saya kira titik tolak dari kisruh soal "hafalan" di medsos ini adalah interpretasi dari statemen Mas Mendikbud yang bilang bahwa kita tidak butuh anak-anak yang jago menghafal. Lantas sebagian orang punya tafsir bahwa menurut Mas Menteri "hafalan itu nggak penting". Tafsir ini lalu disertai argumen pembanding yang intinya bilang bahwa hafalan itu tetap penting dan relevan. Toh, dokter, hafizh Qur'an, ahli hukum, dsb bekerja berbasis pada hafalan. Apakah maksud Mas Mendikbud memang seperti itu? Wallohua'lam. Alloh dan beliau lah yg tahu. Namun dalam konteks pengembangan keilmuan, sekedar hafal memang gak cukup. Saya teringat pengalaman dulu pernah menjadi bagian dari kelas yang diajar langsung sama Pak Yohanes Surya. Waktu itu salah satu topiknya tentang gerak parabola. Fungsi/rumusnya itu pakai sin cos, yang kalau dihafal agak mumet. Tapi di bawah beliau, kami diajari memahami konsep dasar gerak, konsep dasar vektor, yang simpel sekali. Pemahaman i

Liburan ke Kolam Renang Fishing Valley [Review]

Image
Salah satu spot di kolam renang Fishing Valley Berenang bisa jadi salah satu alternatif mengisi liburan buat anak-anak. Selain nature-nya anak-anak yang kebanyakan suka main air, berenang juga melatih kebugaran dan motorik mereka. Selain itu di daerah perkotaan sekarang sudah cukup banyak alternatif tempat main air yang tersedia, jadi orangtuanya juga punya lebih banyak pilihan. Dari sekian banyak pilihan itu, saya pribadi punya preferensi tempat yang tidak terlalu ramai, dikelola secara professional, fasilitasnya memadai, dan harganya terjangkau. Singkat cerita, setelah browsing-browsing pilihan kami liburan jatuh kepada kolam renang yang ada di area Fishing Valley, Karadenan, Bogor. Kolam renang di tempat ini adalah satu di antara obyek rekreasi yang ada di sana, selain tempat pemancingan tentu saja (sesuai namanya), tempat untuk outbond, dan restoran. Areanya sendiri cukup sederhana, dan yang saya suka adalah areal parkirnya yang luas dan lega. Tiket masuk kolam renan

Trading Saham dengan Menggunakan Fibonacci Retracement [Resensi]

Image
Kali ini saya ingin membahas buku yang berjudul Trading saham dengan menggunakan Fibonacci Retracement. Buku ini saya beli di Gramedia. Tulisan dari Saudara Satrio Utomo CSA. Bagi teman-teman yang mungkin belum tahu, CSA itu adalah singkatan dari Certified Securities Analyst, jadi bisa kita anggap beliau ini adalah pegiat langsung di dunia pasar modal.  Buku ini saya pilih karena sejak awal tahun lalu, saya memang memutuskan untuk terjun di pasar saham. Jadi saya punya ekspektasi, dengan baca buku ini ada tambahan ilmu dan wawasan baru yang bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas portfolio saya nantinya. Bukunya sendiri terbitan tahun 2016, jadi sudah cukup lama. Adapun buku yang saya baca ini adalah edisi cetakan kelimanya, yakni di Juli 2019. Isi bukunya sendiri aspeknya cukup teknis. Meskipun secara umum ditujukan untuk para pemula, namun di dalamnya ada cukup banyak istilah-istilah jargon seperti support, resistance, cutloss, trend, candlestick, dll. Oleh karena itu

Membayar Terlalu Mahal

Image
Beberapa waktu lalu ada diskusi santai antara saya dan seorang sahabat karib. Topiknya adalah sejauh mana seorang pedagang layak mengambil margin profit dari customernya. Di sana kami sepakat bahwa tidak ada aturan yang melarang mengambil profit setinggi-tingginya. 20%, 50%, bahkan di atas 100% pun sah-sah saja. Saya lalu teringat pengalaman beli Pop Mie di Bandara Ambon. Waktu itu memang lumayan lapar, dan qodarulloh Bandaranya lumayan baru dan gak banyak opsi penjual makanan yang tersedia. Di sana Pop Mie yang kalau di warung harganya cuma Rp 4500-an, harus saya beli dengan Rp 20.000. Saya sadar dan ridho. Namanya juga Bandara, ada alasan rasional kenapa dia dijual mahal. Namun ada pula pengalaman lainnya. Seorang teman pernah kelihatan agak kesal, karena dia tahu gergaji yang dijual di pasar kaget belakang kantor ternyata jauh lebih murah ketimbang gergaji yang baru saja dia beli online. Padahal katanya spec, kemasan, fitur, dan semuanya sama. Di cerita pertama, pel

Banyak Impor berarti Tidak Berdaulat?

Saya termasuk orang yang berpikir berdaulat atau tidaknya suatu negara, atau suatu organisasi, atau suatu entitas tidak tergantung pada apakah dia mampu subsisten atau tidak. Bila kembali ke definisi berdaulat itu sendiri, yang perlu ditinjau sebenarnya apakah dia punya kuasa untuk mengambil keputusan tanpa intervensi dan ketergantungan dengan pihak lain. Di era sekarang di mana barang dan jasa yang kita butuhkan sudah sedemikian beragam, akan selalu ada hal yang tidak bisa kita penuhi sendiri. Contoh paling mudahnya adalah rumah tangga. Bisa kita hitung dari semua hal yang kita konsumsi, seberapa banyak yang kita produksi sendiri? Nyaris nihil. Hampir semuanya kita beli. Kadang kita juga lebih suka pakai jasa orang lain ketimbang kita handle sendiri. Yang kita lakukan hanya bekerja, sehingga kita punya income yang menjadi power kita untuk memenuhi kebutuhan. Kalau konteksnya diperluas, negara sebenarnya tak ubahnya rumah tangga. Maka mendatangkan sesuatu dari luar sistem rumah ta

Menyoal Toleransi Ust Abdul Somad

Suka atau tidak suka, kita harus akui. Di dunia ini akan selalu ada pihak yang tidak sekeyakinan dengan kita, yang menganggap Tuhan kita bukan Tuhan, menganggap Nabi kita bukan Nabi, agama kita nista dan sesat, dan kita kelak akan berada di neraka. Lantas apakah kita harus selalu tersinggung dengan kenyataan semacam ini? Realitanya selama ini kita semua tetap bisa hidup berdampingan dengan baik bukan? Kerja bareng, ketawa bareng, pusing bareng. Meskipun tahu sama tahu masing-masing tetap dengan keyakinannya sendiri-sendiri. Kenapa bisa gitu? Karena kita menjaga ekspresi berbeda itu di ruang privat. Di kamar kita sendiri. Batasan soal mana ruang privat dan mana ruang publik bisa jadi agak kabur, dan ini bisa didiskusikan lebih lanjut. Namun prinsipnya, ruang di sini melekat pada konteks saat pesan itu disampaikan, bukan pada saat pesan itu didengar, atau dibaca. Itu pulalah yang terjadi di kasus Ust. Abdul Somad yang lagi ramai ini. Beliau ceramah di masjid, di hadapan

The Life Changing Magic of Tidying Up [Resensi]

Image
Sejujurnya saat pertama kali melihat buku ini beberapa tahun lalu saya kurang tertarik. Temanya terlalu remeh temeh, pikir saya. Namun karena makin kesini saya dapet banyak cerita tentang orang-orang yang berubah setelah membacanya, saya jadi ingin tahu. Ditambah lagi sekarang ada status New York Best Seller yang disandangnya, jadi bikin saya makin penasaran. Q odarulloh beberapa hari yang lalu saya dihadiahi mas Iqbal Akhirudin buku tersebut (semoga Alloh merahmatinya). Jadilah saya pembacanya. Apakah buku ini memang serevolusioner yang saya duga? Barangkali iya. Meski topiknya sederhana, yakni tentang cara berberes rumah, tapi esensinya ada di level paradigma. Dia membahas bagaimana cara kita memandang barang-barang di sekeliling kita. Dan karena yang dipengaruhi adalah paradigma, dia berpotensi mempengaruhi hal-hal lainnya dalam kehidupan kita. Intinya, dalam berbenah hanya ada dua aspek: membuang dan menyimpan. Kata yang pertama lebih penting daripada yang kedua

Tas Tertukar

Image
Pagi ini saya menjalani rutinitas seperti biasa. Pulang subuhan, lanjut minum kopi bikinan istri, lalu diantar ke stasiun, dan naik krl bersiap-siap untuk jadwal pemberangkatan ke Jakarta jam 05.40 dari St. Bogor. Posisi gerbongnya pun langganan. Gerbong ketiga dari belakang, sisi pintu sebelah kanan, menghadap kursi. Beberapa saat sebelum pintu kereta tertutup, petugas mengumumkan kembali lewat pengeras suara rute kereta agar penumpang tidak salah naik. Lalu seorang Bapak yang duduk persis di depan saya beranjak, mengambil tas di rak atas kursi lalu keluar gerbong. Sepertinya beliau salah jurusan. Selepas pintu gerbong menutup, HP saya simpan, lalu bersiap-siap mengambil mushaf. Alangkah terkejutnya saya ternyata tas saya tidak ada di tempatnya. Sebagai gantinya ada tas lain, yang bukan punya siapa-siapa di gerbong itu. Saya menyangka jangan-jangan tas ini tertukar dengan tas yang dibawa si bapak yang barusan turun. Berusaha husnuzhon, barangkali terbawa tanpa sengaja.

Tentang Maaf

Image
Tao Ming Se di film Meteor Garden punya quote yang cukup fenomenal: "Kalau minta maaf ada gunanya, untuk apa ada polisi?"  Kalau kita simak cerita filmnya, quote ini muncul dari seorang karakter yang arogan, merasa dirinya punya kuasa dan superior dibandingkan yang lain. Baginya tidak ada kata maaf. Semua kesalahan harus berakhir dengan hukuman. Hukuman ini kemudian menjadi legitimasi bahwa pihak yang kontra terhadapnya adalah pihak yang salah. Di sisi lain kita diajarkan budi pekerti bahwa minta maaf dan memberi maaf itu memang ada gunanya. Banyak teks-teks agama baik di Al Qur’an maupun Hadits yang menganjurkan memberi maaf dan keutamaan orang yang melakukannya. Bahkan kisah Rosululloh shollallohu‘alaihi wasallam dan para sahabatnya penuh dengan cerita-cerita semacam itu. Sebut saja dua diantaranya yakni doa beliau di Thaif setelah diusir dan dipersekusi, dan ucapan beliau ketika Fathu Makkah. Lalu sebagian kita mencoba mengompromikan pendekatan ala Tao Ming

Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat [Resensi]

Image
Bagian terbaik dari buku ini ada di bagian akhirnya. Inti yang saya tangkap dari seluruh pembahasannya adalah tuntunan untuk fokus pada apa yang penting. Masa bodo dengan hal-hal yang gak penting. Penting atau gak penting lantas diperoleh dari refleksi kita atas kematian. Karena ujung-ujungnya kita bakal mati, maka menyibukkan diri dengan urusan remeh temeh itu jadi gak relevan. Menangisi nasib dan gak kunjung move on itu jadi gak relevan. Mencari pelarian dengan obat-obatan dan pergaulan bebas itu jadi gak relevan. Karena ujung-ujungnya kita bakal mati, maka hiduplah dengan bermakna. Sejujurnya saya gak nyangka buku ini bisa sampai ke kesimpulan sedalam ini. Soalnya, sejak awal narasi yang penulis kedepankan seolah lepas dari hal-hal yang berbau norma, moral, dan semacamnya. Lihat saja judul aslinya, A Subtle Art of Not Giving a F*ck. Saya yakin, buku edisi terjemahan yang saya baca ini banyak menyensor beberapa istilah asli yang penulis gunakan. Tapi isi pesannya memang

World Without Islam [Resensi]

Image
Apa yang terjadi andai Islam tidak pernah ada? Apakah dunia akan tetap seperti sekarang ini? Apakah "clash of civilization" sebagaimana tesisnya Samuel Huntington itu bisa dihindari? Apakah Timur Tengah akan lebih damai? Apakah terorisme di abad ke 21 bisa dicegah? Buku ini mencoba menawarkan perspektif alternatif, bahwa tanpa Islam pun kondisi dunia sebenarnya akan sama saja. Alasannya sederhana: agama bukanlah faktor yang menyebabkan itu semua. Pemicu utamanya adalah kondisi geopolitik dan sosial, hegemoni yang mengesaimpingkan hak-hak komunal, serta kepentingan-kepentingan lain yang sepenuhnya sekuler. Agama, dalam konteks ini sekedar justifikasi, atau alat agitasi. Penulis membangun tesis seperti itu dengan mengajak pembacanya untuk tidak menjadikan peristiwa 9/11 sebagai titik mula sejarah. Relasi Timur dan Barat, gejolak di Timur Tengah, dan peristiwa-peristiwa perlawanan harus dilihat secara runut jauh ke belakang bahkan sebelum Islam "lahir&q

Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya [Resensi]

Image
Alloh kadang menciptakan kehidupan itu seperti putaran roda. Ada masanya di atas, ada masanya di bawah. Dan itu tercermin dalam fase kehidupan seorang William Suryadjaya. Menjadi yatim piatu di usia 12 tahun, pernah mendekam di penjara LP Banceuy, tapi kemudian mampu bangkit mendirikan Astra Internasional bahkan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia saat itu, hingga akhirnya mencuat kasus Bank Summa yang menyita hampir seluruh kekayaannya dalam sekejap. Namun dari kesemua itu, kisah dalam buku ini memberikan pelajaran penting: tak peduli ada di fase mana, kita selalu bisa memilih untuk hidup secara terhormat. Sejujurnya ini adalah buku dengan inspirasi dosis tinggi. Bagi saya pribadi, inspirasinya tak hanya menggugah tapi juga menggerakkan. Ada etos yang bisa diteladani, soal ketekunan membangun usaha, niat baik untuk menyejahterakan banyak orang, kesetiaan pada kode etik, dan kesetaraan dalam memandang orang lain. Buku ini sebenarnya gak baru-baru amat. Terbita