World Without Islam [Resensi]



Apa yang terjadi andai Islam tidak pernah ada? Apakah dunia akan tetap seperti sekarang ini? Apakah "clash of civilization" sebagaimana tesisnya Samuel Huntington itu bisa dihindari? Apakah Timur Tengah akan lebih damai? Apakah terorisme di abad ke 21 bisa dicegah?

Buku ini mencoba menawarkan perspektif alternatif, bahwa tanpa Islam pun kondisi dunia sebenarnya akan sama saja. Alasannya sederhana: agama bukanlah faktor yang menyebabkan itu semua. Pemicu utamanya adalah kondisi geopolitik dan sosial, hegemoni yang mengesaimpingkan hak-hak komunal, serta kepentingan-kepentingan lain yang sepenuhnya sekuler. Agama, dalam konteks ini sekedar justifikasi, atau alat agitasi.


Penulis membangun tesis seperti itu dengan mengajak pembacanya untuk tidak menjadikan peristiwa 9/11 sebagai titik mula sejarah. Relasi Timur dan Barat, gejolak di Timur Tengah, dan peristiwa-peristiwa perlawanan harus dilihat secara runut jauh ke belakang bahkan sebelum Islam "lahir". Dari paparannya tentang bagaimana Skisma di dunia kekristenan muncul, bagaimana rekam jejak penganut tiga agama samawi saling berinteraksi selama puluhan abad, dan bagaimana relasi dunia Islam dahulu dengan peradaban besar non barat (Rusia, China, dan India) pembaca akan diperlihatkan bahwa masalahnya memang tidak terletak pada agamanya. Bahkan 4 seri perang salib yang menjadi peristiwa ikonik dan menjadi justifikasi adanya konflik agama, motifnya tidak melulu soal agama. Yang terjadi terhadap kaum muslimin, sebenarnya juga terjadi terhadap kaum ortodox dan bangsa-bangsa pagan pra kristen.

Yang menarik dari buku ini bagi saya adalah lingkup bahasan kesejarahan yang dijabarkan. Tidak hanya sejarah Islam, kita juga diceritakan bagaimana sejarah Kristen. Setidaknya saya jadi sedikit paham tentang eksistensi berbagai denominasi di dunia kristen, bagaimana spektrum pemikirannya (mulai dari yang paling mirip dengan Islam sampai yang paling berbeda), dan sejauh apa pengaruhnya di dunia lama dan dunia baru. Tentu selain itu beberapa fragmen sejarah dunia turut pula diceritakan: sejarah kekaisaran romawi, eksistensi etnis Hui dan Uighur di China, partisi India-Pakistan, pergolakan Timteng paska runtuhnya kesultanan Utsmaniyah, hingga intervensi AS di dunia ketiga seperti Indonesia,.

Saya juga suka dengan keringkasan argumen penulis dan kesederhanaannya menjelaskan sebuah peristiwa. Ini membuat buku kecil setebal 380-an halaman ini terasa berbobot dan tidak bertele-tele. Saking ringkasnya kadang memang jadi terkesan ada beberapa kesimpulannya melompat. Namun setidaknya penyimpulan itu didasari proses berpikir yang benar, tidak narrow-minded, mendahulukan fakta di atas stigma, mencari informasi dalam rentang waktu yang panjang, memisahkan gejala dengan penyebab, dan tidak meng-ignore faktor-faktor lain yang berpeluang menjadi penyebab.

Namun tentunya isi buku ini juga punya kekurangan. Secara umum, kesan yang saya dapatkan dari penjelasan penulis adalah intensinya untuk menempatkan persoalan secara fair. Dalam konteks ini, bisa dibilang argumennya adalah pembelaan terhadap Islam dan bentuk counter terhadap generalisasi yang berkembang di kalangan islamophobhist dunia barat. Namun di sisi lain, penulis memandang Islam full secara sekuler. Islam adalah salah satu obyek budaya, dan ditempatkan setara dengan isme lainnya. Argumen bahwa respon kaum muslimin tak lebih dari alasan-alasan keduniawian, pada akhirnya menegasikan peran Islam sebagai way of life, ad din, dan motivasi dalam berperilaku sebagaimana yang sebagian kita yakini.


Tentu saja kita tak perlu menerima seluruh argumennya bulat-bulat, dan memang bukan itu tujuan kita membaca buku. Yang jelas ada banyak manfaat yang saya rasakan dari buku ini. Wacananya cukup menggairahkan, wawasan kesejarahannya cukup kaya, dan isinya bisa menjadi amunisi dalam menjawab tudingan-tudingan tidak benar oleh orang-orang yang masih salah paham.

Dunia bisa jadi memang tidak berbeda tanpa Islam. Tapi tentu kita boleh berharap, bahwa dengan Islam harusnya dunia jadi lebih baik.

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?