Tentang Hafalan [Isu]

Saya kira titik tolak dari kisruh soal "hafalan" di medsos ini adalah interpretasi dari statemen Mas Mendikbud yang bilang bahwa kita tidak butuh anak-anak yang jago menghafal. Lantas sebagian orang punya tafsir bahwa menurut Mas Menteri "hafalan itu nggak penting". Tafsir ini lalu disertai argumen pembanding yang intinya bilang bahwa hafalan itu tetap penting dan relevan. Toh, dokter, hafizh Qur'an, ahli hukum, dsb bekerja berbasis pada hafalan.

Apakah maksud Mas Mendikbud memang seperti itu? Wallohua'lam. Alloh dan beliau lah yg tahu.

Namun dalam konteks pengembangan keilmuan, sekedar hafal memang gak cukup. Saya teringat pengalaman dulu pernah menjadi bagian dari kelas yang diajar langsung sama Pak Yohanes Surya. Waktu itu salah satu topiknya tentang gerak parabola. Fungsi/rumusnya itu pakai sin cos, yang kalau dihafal agak mumet. Tapi di bawah beliau, kami diajari memahami konsep dasar gerak, konsep dasar vektor, yang simpel sekali. Pemahaman itu membuat kami akhirnya bisa menggenerate rumus sin cos tadi sendiri. 

Ujung-ujungnya sebenarnya adalah rumus yang sama. Namun bagi siswa yang sekedar hafal rumus, ruang untuk beradaptasi akan sangat terbatas pada saat persoalannya dimodifikasi. Hal yang demikian tidak akan terjadi pada siswa yang dipahamkan konsep seperti tadi. 

Konteks semacam inilah yang saya duga ada di benak Mas Mendikbud saat statemen itu muncul. Agar ilmu berkembang, kita memang tidak cukup sekedar hafal, namun hafal karena paham konsepnya. Tidak heran karena dunia sekarang sangat dinamis, kita perlu adaptif. Belum lagi di masa depan banyak hal yang fungsinya akan digantikan mesin, termasuk merekam data.

Di Google nyaris semuanya ada. Formula-formula, koordinat geografis, histori, record, apapun. Dan semakin lama, kapasitas memori mereka akan lebih besar ketimbang memori manusia. Kita mau bersaing dalam hal ini?

Sehingga alih-alih konsen terhadap apa yang disimpan, barangkali lebih baik kita berpikir bagaimana kumpulan memori tadi kita manfaatkan, karena akses ke sana akan menjadi semakin mudah.

Dan itu tidak berarti bahwa hafalan tidak penting. Hafalan adalah result. Prosesnyalah yang lebih penting. Apakah karena repetisi, ataukah karena memahami.

Dan bagi kita semua, kurangilah berpikir mutlak-mutlakan. Entah itu menganggap hafalan tak ada gunanya, ataupun menganggap hafalan adalah segalanya.

Wallohua'lam.
----

*ketika tulisan ini dibuat di medsos lagi ramai soal respon terhadap statemen Nadiem Makarim yang mengatakan bahwa kita tidak butuh anak-anak yang jago menghafal

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?