Posts

Showing posts with the label Pranala Luar

The Myth of Religious Violence: Komentar

Image
Awalnya saya baca dari share seorang teman di fb. Penulisnya Karen Armstrong, diposting di The Guardian. Tulisan lengkapnya bisa dibaca di sini . Paparan yang cukup menarik. 1. Sekulerisasi (pemisahan agama dari urusan publik) diyakini dunia barat sebagai langkah untuk menciptakan dunia yang lebih baik, damai, dan demokratis, karena ada anggapan agama seringkali jadi sumber kekerasan. Tapi penulis memaparkan beberapa kasus (banyak malah), dimana proses sekulerisasi, ataupun pemerintah sekuler yang sudah berdiri di banyak tempat di dunia juga tak luput dari aksi-aksi penindasan, bahkan pembantaian. Di sini seolah-oleh penulis ingin menyampaikan, mengidentikkan agama dengan kekerasan dan sekulerisme dengan perdamaian adalah tidak relevan. 2. Ada kasus menarik, ketika revolusi meletus, Masyarakat Prancis berupaya keluar dari pengaruh agama, dengan mendeligitimate otoritas Gereja pada waktu itu. Mereka memilih untuk menjadi masyarakat sekuler. Tapi setelah itu mereka justru membu...

Ketika yang Halal Tercampur yang Haram

Image
Jasmine Flowers : Natgeo Seseorang datang kepada Imam Syafi’i mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan bahwa ia bekerja sebagai orang upahan dengan gaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya. Namun anehnya, Imam Syafi’i justru menyuruh dia untuk menemui orang yang mengupahnya supaya mengurangi gajinya menjadi 4 dirham. Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafi’i sekalipun ia tidak paham apa maksud dari perintah itu. Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam Syafi’i mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafi’i memerintahkannya untuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta untuk mengurangi lagi gajinya menjadi 3 dirham. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi’i dengan perasaan sangat heran. Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam Syafi’i dan berterima kasih atas nasehatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebu...

Kilang Pertama

Image
Pompa sumur minyak terus beroperasi siang-malam (sumber foto: di sini ) Tahun 1859, dunia memasuki era baru. Waktu itu Edwin L. Drake berhasil mengebor sumur minyak bumi untuk pertama kalinya di Titusville, Pennsylvania. Berita itu menyebar cepat hingga ke Hindia Belanda, dan 12 tahun kemudian Jan Reerink mencoba peruntungannya mencari sumur lainnya di tanah Jawa. Cibodas, Tangat, Maja, Majalengka, sampai Cirebon pernah ditelusurinya untuk mencari si 'emas hitam'. Tapi nampaknya nasibnya belum mujur. Satu dasawarsa kemudian di sebrang lautan, di daerah Langkat, Sumut, Aeliko Janszoon Zeijlker, seorang administratur perkebunan tembakau, kebetulan sedang berteduh dari guyuran hujan di sebuah gubuk. Berhubung hari makin gelap, seorang mandor yang menemaninya menyulut obor untuk penerang malam. Obor ini lain: lebih benderang. Sang mandor rupanya membasahi ujung obornya dengan cairan di belakang gubuk. Terdorong rasa ingin tahu, Zeijliker mengambil cairan itu. Terkaannya, c...

Rumus Menyikapi Penghinaan*

Image
Cotton Grass: Natgeo *Oleh: Aa Gym ----- Mengapa kita merasa sakit hati? Karena kita terlalu tinggi menilai diri sendiri. ----- Kita akan merasa tidak nyaman Ketika ada orang menghina, mencela, dan menjauhi diri kita. Hati menganggap ini adalah kejadian yang tidak enak. Sebuah musibah dan bala ketika dihina orang. Hati menjadi jengkel, kecewa dan sedih. Rumusnya ketika orang lain menghina, maka segeralah menyimak penghinaan mereka. Bandingkan, apa yang dikatakan orang dengan apa yang Allah ketahui tentang kita. Maksiat mata, maksiat pikiran, maksiat mulut, maksiat yang diam-diam dan tersembunyi. Bandingkan dengan celaan yang menimpa diri kita, mana yang lebih buruk? Sebetulnya penghinaan orang kepada kita jauh lebih baik dibanding keburukan kita yang sebenarnya. Kalau hati lebih sibuk memikirkan perkataan orang daripada memikirkan apa yang Allah ketahui tentang kita, maka itulah musibah yang lebih besar. Lebih buruk daripada cemoohan dan penghinaan orang-orang. Cemo...

Namanya Rahima

Image
Waktu itu Perang Dunia I tahun 1920. Turki di bawah Mustafa Kemal Pasha melawan Perancis. Turki terdesak mundur dan kalah, tetapi perlawanan rakyatnya sungguh luar biasa. Demi kehormatan bangsa dan tanah air, segala pengorbanan dilakukan dengan sepenuh jiwa dan raga. Dari Desa Razieler, Distrik Osmania muncul sosok perempuan pemberani yang ikut berjuang melawan penjajah itu. Dia bernama Rahima. Perempuan muda ini menjadi sukarelawan di bawah pimpinan Husain Agha. Dia terlibat dalam penyerbuan Ninth Tunnel di bulan Februari 1920. Kelompok kecil ini berhasil merampas gudang senjata milik Perancis. Rahima sungguh ksatria. Dia melakukan banyak pekerjaan emergensi yang biasa dilakukan tentara pria. Dia bahkan mengangkat mayat tentara-tentara Turki yang syahid di medan tempur. Para tentara Turki menjulukinya "Tayar", sang penerbang, karena kecepatan dan kegesitan langkahnya. Rahima kemudian menjadi pemimpin pasukan dalam penyerbuan ke markas tentara Perancis di Osmania ...

Tak Selalu Hebat dari Awal

Image
Umumnya, biografi para tokoh dan ulama yang sering kita baca menggambarkan mereka telah hebat sejak belia. Ketika usia balita telah mampu menghafal Al Qur'an, masa kanak-kanak yang dihiasi dengan thalabul 'ilmi, dan kecerdasan yang telah nampak sejak usia dini. Bagi orang-orang yang 'terlanjur' dewasa, kisah seperti itu terkadang hanya sebagai hiburan dan hanya bisa menikmati kekaguman terhadap figur ulama. Sebagian lagi menjadikannya motivasi dalam mendidik anak-anaknya. Yang paling disayangkan, kisah-kisah seperti itu malah membunuh motivasi sebagian orang dewasa yang merasa masih biasa-biasa saja dan tak memiliki kemampuan istimewa. Timbul rasa pesimis di benaknya, "Masa kecilku tak sehebat mereka, masa mudaku tak sebrilian mereka, kini aku sudah tua, tak mungkin lagi bisa hebat seperti mereka." Motto salah alamatpun sering dijadikan alasan. "Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar di usia dewasa bagai mengukir di atas ai...

Energi Mental dan Produktivitas

Saya baru saja membaca sebuah artikel yang saya anggap menarik, sebuah ulasan ringan dari Robert C. Pozen, Dosen di Harvard Business School mengenai eksistensi mental resource atau sumberdaya mental. Dalam artikel itu disebutkan seperti halnya fisik, mental ternyata juga punya tingkat energi yang bisa menurun. Penurunan energi mental tersebut kemudian dinilai berpengaruh pada produktivitas manusia, siapapun orangnya. Artinya, semakin rendah tingkat energi mental seseorang pada suatu keadaan, semakin rendah pula kemampuannya untuk produktif pada keadaan yang sama. Lalu apa yang menyebabkan menurunnya energi mental kita? Ada banyak hal, namun yang ditekankan dalam artikel ini adalah 'intensitas kita dalam memilih sesuatu secara sadar'. Setiap hari kita dituntut untuk membuat keputusan atas pilihan-pilihan yang ada, dari mulai baju apa yang akan dipakai, menu apa yang hendak dimasak atau dipesan, channel apa yang mau ditonton, hingga perkara-perkara yang berhubungan dengan...

Bimbel Dasar dan Bimbel Menengah

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pemikiran Bapak Iwan Pranoto, guru besar ITB yang pernah memposting artikelnya di kompas.com. Bagi saya, artikel beliau cukup mencerahkan dan menawarkan perspektif baru dalam memandang pendidikan dan sinkronisasinya dengan masa depan. Dalam artikel tersebut, beliau menyuarakan kekhawatirannya atas pola pendidikan masa kini yang cenderung tidak peka perubahan. Beliau menilai di era kini, kemampuan bernalar tingkat tinggi adalah sebuah tools yang teramat penting. Namun sayangnya sekolah-sekolah kita tidak mengajarkan itu pada para siswanya. Sekolah-sekolah masih saja berorientasi mendidik siswa untuk "menghafal informasi". Orientasi seperti itu beliau nilai keliru, karena yang lebih penting adalah bagaimana para siswa nantinya bisa memanfaatkan informasi, bukan sekedar menyimpannya. Beliau berpendapat, masalah penyimpanan dan pencarian informasi di zaman ini sudah bisa diserahkan tugasnya pada mesin. Google misalnya. Oleh karena itu si...

Jiwa Besar seorang Rahmad Darmawan

Image
Sepertinya kita memang butuh sosok teladan seperti Pak Rahmad Darmawan...   Meski timnas sepakbola Garuda Muda hanya berhasil menyabet medali perak pada pentas Sea Games XXVI kali ini, ada fragmen yang tetap patut kita banggakan. Selain para pemain yang sudah berjuang habis-habisan , ternyata Indonesia memiliki sosok pelatih yang berjiwa besar dan punya sikap ksatria.    berikut adalah cuplikan pernyataan Pak Rahmad Darmawan pasca kekalahan timnas lewat drama adu penalti dengan Malaysia yang dilansir Tribunnews.com , 22 November 2011. Laporan wartawan Tribunnews.com, Iwan Taunuzi TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rahmad Darmawan selaku pelatih timnas U-23 mengakui bahwa dirinya telah gagal membimbing Titus Bonai cs untuk menjadi juara SEA Games XXVI menyusul kekalahan menyakitkan atas Malaysia melalui tendangan adu penalti. "Saya dapat tugas dengan target medali emas. Dan apapun alasannya saya gagal mencapai target itu," ujar RD usai pertandingan, Senin (...

Andik Vermansyah yang Menginspirasi

Image
Tulisan ini dimuat di  kompas.com oleh C. Damanik dan W. Kusuma dengan judul asli  'Andik, dari Jualan Es sampai Jadi Messi' , 9 November 2011 Kisahnya sangat inspiratif dan menggugah semangat. Mengingatkan saya pada sosok Aoi Singo di serial komik Kapten Tsubasa. Semoga beliau terus berjaya di jalan hidup yang sudah dipilihnya , dan semoga kita bisa memetik manfaat dari kisahnya Mungil, cepat, lincah, tajam, penuh determinasi, dan pekerja keras. Selain Oktovianus Maniani, ciri-ciri ini juga mencerminkan sosok gelandang Tim Nasional U-23, Andik Vermansyah. Aksinya yang brilian terlihat jelas saat membela Timnas U-23 saat melawan Kamboja di laga perdana SEA Games XXVI tahun 2011. Dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 6-0 untuk Indonesia itu, kecepatan dan kelincahan Andik mampu mengobrak-abrik pertahanan lawan hingga membuahkan satu gol dan memberikan satu umpan indah yang berujung pada gol terakhir untuk Indonesia.