Posts

Showing posts from March, 2020

Dari Penjara ke Penjara [Resensi]

Image
Buku ini saya dapet dari cuci gudang Gramedia beberapa waktu yang lalu. Perspektif kesejarahan setelah membaca Bumi Manusia dan Hindia Belanda 1930, membuat saya tertarik untuk tahu lebih banyak tentang pemikiran, sudut pandang, dan situasi kebatinan para pelaku sejarah. Terlebih mereka-mereka yang memang include sebagai tokoh pergerakan. Maka ketika melihat buku ini ada di tumpukan buku-buku sejarah, tak butuh waktu lama bagi saya untuk memilih. Pada intinya buku ini bercerita tentang “petualangan” Tan Malaka di beberapa fase penting dalam kehidupannya. Diawali dari cerita Tan Malaka yang melanjutkan sekolahnya di Belanda dengan beasiswa, kemudian pulang kampung dan menjadi semacam guru bantu di sekolah anak kuli perkebunan tembakau Deli. Beberapa waktu kemudian, ia merantau ke Semarang dan ikut membangun sekolah rakyat di sana. Di sinilah Tan Malaka mulai intens bergerak sebagai aktivis murba dan menjadi fungsionaris PKI saat itu. Merasa kehadiran Tan Malaka mengganggu,

Bahaya Covid-19

Image
Menurut saya ada sedikit hal yang misleading terkait penilaian seberapa berbahayanya covid-19. Sebagian pihak hanya melihat pada persentase mortalitas yang relatif kecil, yakni di kisaran 3% untuk kejadian di seluruh dunia. Oleh karenanya kita dianggap tidak perlu terlalu khawatir, toh banyak penyakit lain yang persentasenya di atas itu. Tapi tentu kita tidak bisa hanya melihat itu. faktor "pertumbuhan" penularan yang jauh lebih cepat ketimbang penyakit lainnya juga harus masuk dalam fungsi perhitungan. Analoginya, dalam bisnis ada margin dan ada faktor pengali. Margin boleh tipis, tapi kalau turnovernya gede, cuannya bisa gede. Demikian pula wabah, persentase mortalitasnya bisa jadi kecil tapi kalau penyebarannya cepat, death tollnya juga gede. At the end, death toll inilah yang harusnya jadi tolok ukur. Dan itu sudah terjadi, bahwa angka kematian covid-19 sudah di atas wabah-wabah sebelumnya. Kita jangan cuma berpikir individualistis, "kalau saya

Puas

Image
Tingkat kepuasan yang kita dapet dari suatu barang akan berkurang seiring dengan semakin seringnya sesuatu itu kita pakai/konsumsi. Dalam ekonomi konsep ini disebut the law of diminishing marginal utility . Itu sebab mengapa manusia cenderung ingin lebih dan lebih. Dapet 1 trus pengen 2, punya motor lalu pengen mobil, punya rumah lantas pengen rumahnya lebih besar lagi dst. Semuanya semata-mata untuk me-maintain tingkat kepuasan tadi. Dengan kata lain, semakin kita kaya, semakin mahal pula ongkos untuk memperoleh level kepuasan yang sama. Maka tak heran bila agama bilang bahwa dunia ini fana. Karena kalau kita nyari kepuasan dari dunia, kita memang gak akan ke mana-mana. Gak akan ada cukupnya. Dapetnya sih lebih, tapi rasanya ya gitu-gitu aja. Akan ada suatu titik di mana Pizza gak lebih memuaskan ketimbang jagung atau kacang rebus misalnya. Hanya satu hal yang bisa memuaskan manusia: surga. Dalam Al Qur'an surah Ad Dhuha, Alloh bilang "Dan kelak Tuhanmu p

Mekanisme Pasar

Image
Mekanisme pasar perlu didukung, bahkan dalam situasi perang. Itulah salah satu pandangan Henry Hazlitt dalam bukunya yang terkenal: Economics in One Lesson.  Dari kacamata awam pandangan itu terkesan tak berperasaan, malah bisa jadi tak berperikemanusiaan. Membiarkan mekanisme pasar berarti membiarkan harga-harga melonjak tinggi ketika keadaan darurat, membuka peluang orang untuk menumpuk dan menimbun barang, plus membuat orang-orang ekonomi lemah tak bisa mengakses barang yang mereka perlukan. Tapi Henry, sebagaimana para ekonom penganut pasar bebas lainnya, juga punya alasan sendiri. Mekanisme pasar justru menjamin barang tetap tersedia dalam jangka panjang. Dasar argumen mereka adalah hukum supply demand. Dengan membiarkan harga tinggi mengikuti lonjakan permintaan, para produsen akan memperoleh insentif untuk berproduksi lebih banyak, hingga pada tingkat jumlah optimum yang dibutuhkan oleh konsumen. Hingga pada titik tertentu, jumlah tersebut akan kembali mengerek harga