Do the Talk

Teringat masa ketika SD dulu ditanya tentang apa gunanya tangan, apa gunanya kaki, atau apa gunanya mulut. Sebagian besar jawaban tentu jawaban polos yang keluar dari pikiran seorang anak kecil. Tangan untuk memegang, kaki untuk berjalan, dan mulut...untuk makan.

Dengan pikiran yang semakin berkembang, wawasan yang semakin terbuka, dan pengalaman yang semakin matang, ada pemahaman yang semakin baik pula mengenai fungsi anggota-anggota tubuh kita. Kaki misalnya, tidak hanya untuk berjalan tetapi juga untuk menendang musuh dalam kyorougi Taekwon Do. Semuanya bisa kita gunakan untuk banyak sekali hal, dari mulai yang positif, yang netral, sampai yang negatif.

Al imanu, aqdu bil qalb wa ikroru bil lisan wa 'amalu bil arkan. Iman itu, dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Begitu kira-kira salah satu riwayat yang menceritakan tentang iman. Dengan demikian, seluruh anggota tubuh kita selayaknya merupakan manifestasi dari keimanan kita, ditunjukkan oleh perbuatan-perbuatannya.

Dalam konteks umum, ada banyak saudara-saudara kita yang hanya membatasi dirinya untuk berpikir dan berbicara semata, tanpa aksi nyata. Bukan berarti berpikir dan berbicara itu adalah aktivitas yang buruk. Hanya saja, akan kurang lengkap rasanya jika tidak ada aktualisasi dalam sikap dan perbuatan di kesehariannya. Ada mereka yang berteriak masalah keadilan, namun pada skala mikro dirinya masih kerap tidak adil dengan amanah di dirinya sendiri. Di sisi lain masih ada juga mereka yang bersemangat berkisah masalah kepemimpinan, namun masyarakat di sekitar mereka sendiri tidak merasakan wujud dari kepemimpinannya.

Dalam sisi akademis, berbagai macam teori telah dirumuskan dan dikembangkan untuk menjadikan Indonesia lebih baik dan bermatabat. Namun tidak jarang teori itu ditinggalkan begitu saja dengan kilah bahwa pelaksanaan itu bukan tanggung jawabnya. Akhirnya, yang ada hanya saling tunggu. A menunggu B, sebaliknya B juga menunggu A. Tidak ada yang terlaksana akhirnya.

Sungguh produktif jika kita menjadi manusia yang terintegrasi isi hati, ucapan sekaligus perbuatannya. Kita sudah Alloh karuniakan potensi yang lengkap untuk semua itu. Kita semua punya potensi untuk berbicara, dan juga punya potensi untuk merealisasikannya. Alloh beri kita mulut dan telinga sebagaimana Alloh juga memberi kita tangan dan kaki.

Maka selanjutnya yang menjadi perhatian adalah bentuk dari realisasi itu, yang relevan dengan kondisi kita. Tapi satu hal yang penulis percaya, tak akan ada alasan untuk sekedar berhenti pada ucapan. Am I right?

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?