Ketika Pasar Terbakar

Sabtu 4 Februari 2012, Kisaran -Kota tampat saya dibesarkan, geger. Pasalnya pagi itu sebuah pasar pakaian di pusat kota tengah terbakar. Api menjulang tinggi ke angkasa. Para pedagang tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan barang dagangannya. Ditambah lagi petugas pemadam kebakaran dinilai tidak cukup cekatan dalam penanganannya. Satuan pemadam kebakaran pun didatangkan dari daerah lain untuk membantu. Akhirnya api baru bisa dipadamkan menjelang siang. Tidak tanggung tanggung, api "sukses" melahap semua kawasan yang terdiri dari ratusan kios itu. Praktis tidak ada yang tersisa. Hanya tinggal puing-puing reruntuhan serta sebagian dinding beton yang kehitaman.

Ilustrasi

Belum jelas apa penyebab kebakaran dahsyat ini. Tapi banyak warga yang berspekulasi bahwa pasar ini sengaja dibakar oleh pihak tertentu. Pasalnya jauh hari sebelumnya beredar isu pembangunan pasar yang baru. Para pedagang pun sudah lama memperoleh imbauan untuk sementara merelokasi kiosnya. Tapi imbauan yang sudah berkali-kali itu selalu ditolak oleh para pedagang. Orang-orang pun akhirnya mengira-ngira bahwa kebakaran ini berhubungan dengan isu tersebut. Belum lagi ada saksi mata yang mengatakan melihat beberapa orang yang melakukan aktivitas tidak jelas persis sebelum pasar itu terbakar. Wallohua'lam. Yang jelas, polisi belum dapat memastikan apa penyebabnya.

Sebagai sesama pedagang, saya bisa membayangkan besarnya kerugian yang diderita oleh pemilik kios. Untunglah tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Saya pun teringat dengan isi surat Al Qolam yang menceritakan beberapa orang pemilik kebun yang menepuk dada dan sombong dengan kebun yang dimilikinya. Mereka lupa bersyukur pada Alloh dan enggan berbagi dengan kaum miskin. Di pagi hari saat mereka hendak ke kebunnya, mereka menyaksikan kebunnya sudah habis tak tersisa akibat bencana yang Alloh kirimkan. Akhirnya mereka menyesali perbuatannya dan bertobat dari kesalahannya. Happy ending.

Peristiwa ini setidaknya bisa menyadarkan kita kembali mengenai beberapa hal:

Pertama, bahwa Alloh maha berkehendak. Bencana kebakaran ini sedikit banyak mirip dengan kisah pemilik kebun di atas. Kita tak boleh lupa bahwa Alloh maha berkehendak. Jikalau Alloh ingin mencabut kemakmuran dari hamba-Nya, Alloh tinggal mencabutnya dan sama sekali tidak perlu izin hamba-Nya. Alloh memang berhak untuk itu.

Kedua, bahwa kita bukan pemilik sesungguhnya. Alloh lah pemilik sesungguhnya. Kita hanya sekedar dititipi, Tidaklah patut orang yang hanya dititipi terlampau memautkan dirinya atas titipan itu. Kesadaran bahwa kita hanya dititipi ini akan sangat membantu kita untuk bersabar, terlebih saat anugerah itu Alloh cabut seperti dalam peristiwa ini.

Ketiga, bahwa semua cobaan yang Alloh timpakan pada kita sesungguhnya ajakan untuk mengevaluasi diri. Apa saja yang sudah kita lakukan selama ini. Jangan-jangan kita termasuk orang yang sering lupa dan abai pada Alloh. Jangan-jangan selama ini kita kerap tidak jujur dalam transaksi. Jangan-jangan banyak praktek riba yang kita jalankan. Atau jangan-jangan selama ini kita terlalu pelit untuk berzakat, bersedekah, dan berbagi dengan orang lain. Apa pun itu, kita lah yang bisa menilainya. Seperti kisah pemilik kebun di atas, happy ending-nya adalah saat mereka semua tersadar dan kembali di jalan Alloh.

Sesungguhnya binasanya harta benda jauh lebih baik ketimbang binasanya hati dan keimanan kita. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa seperti ini hendaknya membuat kita semua lebih dekat dengan Alloh, bukan malah menjauhi-Nya. Alloh lah satu-satunya pemberi rizki dan Alloh sanggup mengganti apa yang sudah Ia ambil dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Namun apabila musibah ini kita sikapi dengan meratap atau bahkan mengutuk nasib dan menjauh dari Alloh, kita akan rugi luar dalam. Kalau kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga, terperosok lubang dan terbenam di kotoran.

Na'udzubillahi mindzalik

Comments

  1. turut berduka, kisaran kita terkena musibah.. namun, benarlah bahwa 'Sesungguhnya binasanya harta benda jauh lebih baik ketimbang binasanya hati dan keimanan kita'..
    semoga kita dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian...

    wallahua'lam

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?