Posts

Showing posts from February, 2010

Pengemis dan Problematika di Ibukota

Salah satu episode acara John Pantau di salah satu stasiun TV berkisah mengenai para pengemis. Para pengemis yang kerap 'berkeliaran' di ibukota dan menunjukkan penampilan memelas ternyata tidak sungguhan. Seorang Bapak yang memperlihatkan penampilan kakinya yang buntung, ternyata tidak sungguh-sungguh buntung. Begitu pula dengan seorang paruh baya yang memperban kakinya seolah mengalami kecelakaan. Seolah menjadi kata yang tepat karena kaki tersebut sama sekali tidak terluka. Berdasarkan pengakuan mereka sendiri dalam acara tersebut, rekayasa penampilan tersebut memang sengaja ditunjukkan sebagai katalis profesi mereka. Ya, mereka memanfaatkan rasa iba orang lain untuk memperoleh untuk yang lebih besar. Penderitaan cenderung mendatangkan rasa iba bukan?

Empat Masalah dalam Berdebat

Sebuah artikel di salah satu situs berita nasional ramai oleh komentar, baik yang pro maupun yang kontra. Artikel tersebut berbicara mengenai tindakan MUI salah satu daerah yang melarang perayaan Valentine Day 14 Februari karena alasan tertentu. Dari beberapa komentar yang diutarakan, tersirat ada semacam rasa sebal dari beberapa pihak mengenai kerja MUI yang kerap mengharamkan ini itu. Salah satu komentar berkata bahwa MUI adalah lembaga yang diisi orang-orang 'muna' alias munafik. Komentar lainnya menunjukkan kegeramannya dengan menantang MUI untuk mengharamkan celana, facebook, dll. Ada juga komentar yang tidak nyambung, mengait-ngaitkan kerja MUI dengan teroris, ummat Islam yang nggak toleran, dan lain sebagainya.

Agama ibarat Oksigen

Ada beberapa fragmen yang menarik dari novel Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi. Salah satu fragmen menarik tersebut adalah sistem pengajaran agama (dalam hal ini Islam) yang diterapkan di pondok Madani. Pendidikan agama di sana tidak semata membaca kitab kuning di masjid, tabligh akbar dan semacamnya, tapi lewan disiplin dan perilaku keseharian di dalam Pondok Madani. Sebuah istilah mengutarakan bahwa Islam itu ibarat oksigen dalam kehidupan yang tidak bisa lepas, dibutuhkan, dan berada di sekitar manusia.

Tidak Menyepelekan Injustice meskipun Kecil

Suatu ketika seorang mahasiswa terkejut melihat nilai akhir suatu mata kuliah yang diambilnya. Di papan pengumuman tertera nilai 65 masing-masing untuk nilai tugas dan nilai ujian akhirnya. Terkejutnya mahasiswa tersebut bukan tanpa alasan. Pertama, tidak pernah ada UAS yang diselenggarakan untuk mata kuliah tersebut. Jika ada, nilai langsung diambil dari tugas akhir yang memang dibebankan kepada setiap mahasiswa. Kedua, terkejut karena nilai 65 itu adalah nilai keramat di tengah rentang nilai teman-temannya yang rata-rata 80. Ia tidak pernah merasa terlambat mengumpulkan tugas sebagaimana ia juga berjuang sama kerasnya dengan teman-temannya yang lain dalam penyelesaian tugas itu. Singkatnya, ia merasa tidak layak memperoleh nilai sekecil itu untuk effort yang sudah dikeluarkannya.

Do the Talk

Teringat masa ketika SD dulu ditanya tentang apa gunanya tangan, apa gunanya kaki, atau apa gunanya mulut. Sebagian besar jawaban tentu jawaban polos yang keluar dari pikiran seorang anak kecil. Tangan untuk memegang, kaki untuk berjalan, dan mulut...untuk makan. Dengan pikiran yang semakin berkembang, wawasan yang semakin terbuka, dan pengalaman yang semakin matang, ada pemahaman yang semakin baik pula mengenai fungsi anggota-anggota tubuh kita. Kaki misalnya, tidak hanya untuk berjalan tetapi juga untuk menendang musuh dalam kyorougi Taekwon Do. Semuanya bisa kita gunakan untuk banyak sekali hal, dari mulai yang positif, yang netral, sampai yang negatif.

Bertarung dengan Bara Api Sendiri

Nafsu diri bisa kita analogikan sebagai bara api. Ya, dalam tumpukan sekam yang tidak terlihat namun membakar. Bila ada bara api yang tak pernah kunjung padam maka nafsu lah bara api itu. Bara api itu akan menjadi sebuah anugerah ketika berada di bawah kendali kita. Sebaliknya, permasalahan akan terjadi ketika kitalah yang berada di bawah kendalinya. Dengan demikian, perlu ada perjuangan agar kita senantiasa berada di atas hawa nafsu kita sendiri.

Menyoal Tae Kwon Do satu versi

Taekwon Do, beladiri asal Korea kerap diklaim sebagai beladiri dengan peserta terbanyak di dunia dibandingkan dengan beladiri yang lainnya. Preferensi masyarakat terhadap beladiri yang menekankan pada tendangan ini bisa saja berasal dari unsur seni yang ditunjukkan dalam gerakannya. Kita bisa menyaksikan banyak video yang memperlihatkan keindahan tersebut. Tanpa tendensi sama sekali untuk menganaktirikan seni bela diri yang lain, cukup pantas ketika Taekwon Do dikatakan sebagai seni bela diri yang keren. Itu jika dilihat dari satu aspek. Jika dilihat dari aspek lain, ternyata seni bela diri ini memiliki beberapa permasalahan tersendiri. Mereka yang mengenal dunia bela diri kemungkinan besar tahu mengenai dua stream besar Tekwon Do sekaligus organisasi besar bertaraf dunia yang menaunginya. ITF (International Taekwon Do Federation) dan WTF (World Taekwon Do Federation). Kedua organisasi ini sama-sama organisasi Taekwon Do namun mencerminkan beberapa sisi yang berbeda. Selaras dengan

Dag Dig Dug

Masih terbayang perasaan dag-dig-dug beberapa waktu yang lalu ketika nilai-nilai UAS terakhir kuliah diumumkan. Terlepas dari IPK yang kata orang sudag aman, tetap sah-sah saja kita punya target sendiri yang seyogianya berada dalam tingkat premium. Dan ketika itu pula terbayang situasi ketika kelak di padang mahsyar...subhanalloh. Pengumuman nilai duniawi yang mungkin berbobor 'seucrit' saja sudah membuat hati was-was, apalagi dengan pengumuman nilai yang statusnya mahapenting, jauh lebih berbobot daripada dunia seisinya. Nilai yang menyangkut takdir ending life kita, heaven or hell (naudzubillah). Belajar dari dua situasi di atas setidaknya kita bisa belajar untuk lebih proporsional dalam hidup. Ada orang yang mati-matian mencari nilai duniawi, lintang-pukang, bahkan terkadang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya sendiri sementara bobot dari nilai itu terlalu kecil. Di sisi lain, ada orang yang dengan santainya melewatkan kesempatan-kesempatan berharga