Bangsa dengan Manusia Besar
Judul di atas tentu tidak bercerita tentang perjalanan Gulliver di negeri para liliput. Judul di atas adalah harapan yang saya yakin tidak hanya menjadi harapan saya, tetapi juga jutaan manusia lain di negeri ini.
Kenapa bangsa ini tidak pernah besar? bandingkan dengan Malaysia yang dari segi waktu merdekanya lebih muda daripada kita. Konon lagi dengan Jepang yang pada zaman 45 sama-sama negara yang bankrut; Indonesia karena baru merdeka dan Jepang karena kalah perang dunia II. Pertanyaan di atas sudah seperti pertanyaan klise, yang dari zaman ke zaman, sekolah ke sekolah, pembicaraan ke pembicaraan terus dilontarkan tanpa kemudian disadari apa efek dari membawa pertanyaan tersebut keliling dunia.
Jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi penting. Dan memang begitu selayaknya. Ada beberapa jawaban yang beredar. Bahkan pembaca sekalian bisa memiliki jawaban tersendiri. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan kultur dasar negeri yang menjajah. Ada juga yang mengatakan bahwa negara-negara yang lebih cepat maju ketimbang Indonesia memang sudah memiliki modal Vo yang lebih besar. Ada juga yang mengatakan ini berhubungan dengan wacana yang selalu melenakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, subur, makmur, dll. Apa pun itu, bisa jadi semuanya punya aspek kebenaran sendiri-sendiri, tapi yang sa kira jauh lebih penting dari itu adalah aksi nyata kita untuk membangun negeri ini.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Itu semua termasuk yang sudah dipikirkan atau mungkin belum terpikirkan sampai saat ini. Secara sederhana, mekanisme bangkitnya negeri akan seperti berdirinya pohon ek. Seperti sebuah kisah yang dihaturkan dengan cukup manis dalam film garapan Pixar dahulu kala, a Bus's Life, bahwa pohon yang besar selalu berasal dari sebuah benih yang kecil. Pohon itu berkecambah, sel-selnya membelah diri sedikit demi sedikit, daunnya tumbuh satu per satu, batangnya kemudian makin mengeras, dan seterusnya hingga akhirnya mengakar sebuah pohon yang kokoh. Begitu juga dengan koloni semut yang sebenarnya memiliki jumlah semut yang sangat besar ketimbang belalang. Namun kualitas seluruh populasi akan ditentukan mindset yang mereka bangun secara berjamaah.
Dengan istilah lain yang bisa diungkapkan, tidak ada angka 10 tanpa angka satu. Tidak ada bangsa yang besar tanpa masyarakat yang besar (tentu besar dalam arti konotatif). Dengan demikian, mungkin Alloh swt masih menunda bangkitnya negeri ini karena kita, sebagai warga negaranya, memang belum siap untuk itu. Kita belum menjadi manusia-manusia besar yang bisa memikul sebuah amanah besar. Teringat sebuah surat cinta dari Alloh swt yang menegaskan pada kita bahwasanya Ia tidak akan memberikan sesuatu pada kita kecuali (menurut Alloh) kita memang telah bisa memikulnya.
Jadi, jangan harap negeri ini besar dengan sendirinya. Jangan berharap negeri ini besar ketika tayangan-tayangan di TV didominasi oleh hal-hal yang tidak produktif memberikan edukasi. Jangan berharap negeri ini besar ketika orientasi masyarakatnya selalu dan selalu kesenangan duniawi. Jangan berharap negeri ini besar ketika orang-orang di dalamnya lebih gemar mencaci dan memaki ketimbang mengadakan diskusi.
Kembali ke pernyataan saya sebelumnya, bahwa ada ribuan atau bahkan jutaan orang yang menginginkan kembalinya kejayaan negeri ini. Saya adalah bagian dari jutaan orang itu. Sisanya siapa?
Kenapa bangsa ini tidak pernah besar? bandingkan dengan Malaysia yang dari segi waktu merdekanya lebih muda daripada kita. Konon lagi dengan Jepang yang pada zaman 45 sama-sama negara yang bankrut; Indonesia karena baru merdeka dan Jepang karena kalah perang dunia II. Pertanyaan di atas sudah seperti pertanyaan klise, yang dari zaman ke zaman, sekolah ke sekolah, pembicaraan ke pembicaraan terus dilontarkan tanpa kemudian disadari apa efek dari membawa pertanyaan tersebut keliling dunia.
Jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi penting. Dan memang begitu selayaknya. Ada beberapa jawaban yang beredar. Bahkan pembaca sekalian bisa memiliki jawaban tersendiri. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan kultur dasar negeri yang menjajah. Ada juga yang mengatakan bahwa negara-negara yang lebih cepat maju ketimbang Indonesia memang sudah memiliki modal Vo yang lebih besar. Ada juga yang mengatakan ini berhubungan dengan wacana yang selalu melenakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, subur, makmur, dll. Apa pun itu, bisa jadi semuanya punya aspek kebenaran sendiri-sendiri, tapi yang sa kira jauh lebih penting dari itu adalah aksi nyata kita untuk membangun negeri ini.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Itu semua termasuk yang sudah dipikirkan atau mungkin belum terpikirkan sampai saat ini. Secara sederhana, mekanisme bangkitnya negeri akan seperti berdirinya pohon ek. Seperti sebuah kisah yang dihaturkan dengan cukup manis dalam film garapan Pixar dahulu kala, a Bus's Life, bahwa pohon yang besar selalu berasal dari sebuah benih yang kecil. Pohon itu berkecambah, sel-selnya membelah diri sedikit demi sedikit, daunnya tumbuh satu per satu, batangnya kemudian makin mengeras, dan seterusnya hingga akhirnya mengakar sebuah pohon yang kokoh. Begitu juga dengan koloni semut yang sebenarnya memiliki jumlah semut yang sangat besar ketimbang belalang. Namun kualitas seluruh populasi akan ditentukan mindset yang mereka bangun secara berjamaah.
Dengan istilah lain yang bisa diungkapkan, tidak ada angka 10 tanpa angka satu. Tidak ada bangsa yang besar tanpa masyarakat yang besar (tentu besar dalam arti konotatif). Dengan demikian, mungkin Alloh swt masih menunda bangkitnya negeri ini karena kita, sebagai warga negaranya, memang belum siap untuk itu. Kita belum menjadi manusia-manusia besar yang bisa memikul sebuah amanah besar. Teringat sebuah surat cinta dari Alloh swt yang menegaskan pada kita bahwasanya Ia tidak akan memberikan sesuatu pada kita kecuali (menurut Alloh) kita memang telah bisa memikulnya.
Jadi, jangan harap negeri ini besar dengan sendirinya. Jangan berharap negeri ini besar ketika tayangan-tayangan di TV didominasi oleh hal-hal yang tidak produktif memberikan edukasi. Jangan berharap negeri ini besar ketika orientasi masyarakatnya selalu dan selalu kesenangan duniawi. Jangan berharap negeri ini besar ketika orang-orang di dalamnya lebih gemar mencaci dan memaki ketimbang mengadakan diskusi.
Kembali ke pernyataan saya sebelumnya, bahwa ada ribuan atau bahkan jutaan orang yang menginginkan kembalinya kejayaan negeri ini. Saya adalah bagian dari jutaan orang itu. Sisanya siapa?
Comments
Post a Comment