Teknik Membaca Cepat

Saya cukup terkesan ketika seorang teman bercerita ia sanggup mereview 41 buku hanya dalam waktu 6 bulan. Itu artinya dalam 1 bulan dia menghabiskan kurang lebih 6-7 buku, atau dengan kata lain sebuah buku bisa dia selesaikan dalam waktu kurang dari 1 pekan. Dan itu dia lakukan tidak dalam kondisi menganggur. Teman saya ini adalah karyawan di sebuah lembaga dan salah seorang dosen yang juga punya aktivitas keseharian yang banyak. Ia mengaku pembacaan dan review buku itu semua bisa dilakukan tanpa mengubah rutinitas kesehariannya. Apa rahasianya? Ternyata teknik membaca cepat.

Materi tentang teknik membaca cepat memang bukan sesuatu hal yang baru. Beberapa tahun lalu sempat marak beredar buku yang membahas tentang itu di toko-toko buku. Trainingnya juga ada. Hanya saja selama ini saya termasuk yang skeptis dengan itu. Apa iya teknik membaca cepat ini serius dan efektif? Apa iya teknik membaca cepat ini bisa membantu kita membaca dengan pemahaman yang baik? Atau sekedar teknik self help jualan obat pasaran yang cuma diboomingkan di awal dan akhirnya nanti mati sendiri?

Ternyata teknik membaca cepat itu ada banyak versinya. Ada yang versi pakai pendekatan alam bawah sadar. Ada yang versi pakai pendekatan skimming dan scanning. Nah qodarulloh teknik yang dipakai teman saya ini bukan itu, tapi lebih ke teknik dasar membaca yang dia juga tidak sebutkan apa namanya. Singkat cerita, akhirnya teman saya ini memberanikan diri membuat sebuah workshop kecil-kecilan, yang intinya untuk membagi bagaimana caranya membaca cepat yang memungkinkannya membaca 41 buku dalam 6 bulan. Saya pun sengaja ikut workshop itu karena penasaran. 

Lalu bagaimana tekniknya? Dari seluruh materi yang disampaikannya, ada tiga poin yang menurut saya paling krusial:

Pertama, adalah menghindari kebiasaan yang bisa memperlambat dalam membaca, salah satunya kebiasaan melakukan spelling (menyebut) dalam hati kata per kata. Ada beberapa kebiasaan lain juga sih, tapi bagi saya ini yang paling sering dilakukan. Cara mencegahnya dalam dengan melakukan humming, yakni mengeluarkan bunyi seperti “hmm” atau apapun yang intinya memaksa agar hati kita tak ikut menyebut kata apapun dalam bacaan.

Kedua, adalah membiasakan diri untuk melihat frasa (kelompok kata) dalam sekali pandang, bukan kata per kata. Misalnya, ada bacaan “Dana suka bermain bola”, maka yang kita lihat dalam sekali tatap adalah langsung “Dana suka” dan “bermain bola”. Ini juga sulit pada awalnya. Untuk membiasakannya, saya sering menggunakan bantuan jari tangan untuk menunjuk "titik tengah" dari kelompok kata yang saya baca. Bila sudah terbiasa, jumlah kata yang bisa dilihat dalam sekali pandang akan meningkat. Tidak lagi hanya dua kata, tapi bisa tiga kata, empat kata, atau malah satu kalimat dilihat sekaligus dalam sekali pandang. Inilah sebab kenapa kecepatan membaca jadi meningkat signifikan.

Ketiga, adalah dengan membagi halaman bacaan ke dalam dua, tiga, atau empat bagian vertikal, tergantung lebar halamannya. Gunanya adalah untuk menentukan berapa kali kita mengalihkan pandangan ketika membaca. Jadi pengalihan pandangan kita tidak dilakukan kata per kata. Ini berhubungan dengan teknik kedua di atas. Jadi kalau kita membagi halaman bacaan menjadi dua, artinya mata kita hanya akan menatap dua kali (satu ke bagian kiri dan satu lagi ke bagian kanan) saat membaca sebuah baris. Kalau kita membagia menjadi tiga, artinya mata kita akan menatap hanya tiga kali, yakni ke kiri, ke tengah, dan ke kanan. Begitu seterusnya.

Tiga teknik di atas setelah saya coba praktiknya ternyata memang benar-benar bekerja, meski tetntu butuh pembiasaan di awal. Tapi setelah kita cukup terbiasa, akan ada peningkatan kecepatan pembacaan yang cukup signifikan. Setidaknya begitu yang saya rasakan. Saya bisa menangkap pesan sebuah kalimat tanpa membaca ulang dalam hati kata per kata, karena otak saya ternyata mampu mencerna informasi ketika melihat gabungan kata sekaligus.

Di tengah melimpahnya informasi, teknik membaca cepat adalah salah satu skill yang penting. Skill ini memungkinkan kita memperoleh lebih banyak input dalam waktu yang lebih singkat. Tanpa input yang memadai, kita berhadapan pada resiko tergilas perubahan zaman. Tanpa input yang memadai, kita juga akan luput dari memperhatikan hal-hal yang lebih penting, akhirnya berkutat pada isu yang itu-itu saja.

Ada banyak sekali contoh orang-orang berpengaruh yang karyanya lebih berkualitas karena didorong kebiasaannya membaca. Maka saya merasa beruntung sedikit banyak mengetahui teknik yang memungkinkan saya bisa membaca lebih banyak lagi.

Wallohua’lam.

Semoga bermanfaat

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?