Selepas dari Kampus: Untuk para Fresh Graduates

Saya termasuk orang yang beruntung bisa menikmati masa studi di perguruan tinggi, di mana masih banyak pemuda yang berkeinginan tapi tak berkesempatan untuk itu. Lebih beruntung lagi karena studi itu saya habiskan di sebuah institusi ternama di negeri ini, Institut Pertanian Bogor. Tidak hanya itu, limpahan karunia dari Alloh pun masih lekat pada saya karena lulus dengan predikat Sangat Memuaskan, punya indeks prestasi kumulatif 3,71 (tidak terlalu tinggi memang), dan diberi predikat lulusan terbaik IPB tingkat program studi.

Menurut saya, keberuntungan bukanlah masalah atribut, tapi masalah rasa syukur. Semakin tinggi kesyukuran kita maka saya percaya semakin merasa beruntung kita. Ya, saya tetap merasa beruntung, meski butuh 5 tahun untuk lulus (tertinggal dari teman-teman sekelas yang lebih cepat lulus). Saya pun tetap merasa beruntung meski banyak kesempatan kerja terlewat, dan saya masih harus berjuang mencari kerja sementara teman-teman saya sudah asyik bekerja. Saya juga merasa beruntung meski melepaskan kesempatan kerja di LPPOM MUI dan memberikannya pada rekan saya yang lain.

Ya, jika memang dipikir-pikir, ada banyak hal yang bisa disyukuri ketimbang yang patut diratapi. Dan itulah manisnya hidup. Selalu ada karunia Alloh bagi orang-orang yang yakin, bahwa Alloh tak akan meninggalkannya, dan Alloh tak kan pernah menyia-nyiakannya. Kadangkala kita terlalu fokus pada apa yang tidak kita dapatkan, dan lupa pada apa yang sudah dalam genggaman. Dan menurut saya itulah yang membuat hidup berkurang kebahagiaannya.

Btw, di pasca kampus ini, beberapa bulan sudah saya lewati. Ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran. Universal memang sifatnya, tapi sepertinya cukup konkret dan relevan dengan dunia pasca kampus.

Network, Network, dan Network
Pertama, manfaatkanlah network, jaga network, dan kembangkan network. Network jadi kata kunci di sini. Tentunya networking bisa bermakna silaturrahim dan karenanya punya nilai transendal. Namun pragmatisnya, networking memang benar-benar berguna. Katakanlah dalam hal mencari kerja. Konon, 70-80% job market itu underground alias tak diiklankan, baik di internat, surat kabar, ataupun majalah. Dengan kata lain proses rekrutmen dilakukan secara tertutup. Lalu darimana perusahaan memperoleh informasi calon employee yang potensial? Tentu dari rekomendasi karyawannya. Lalu siapa yang akan direkomendasikann karyawan itu kalau bukan temannya yang dikenalnya dengan baik? Cukup make sense bukan? Dalam bisnis pun seperti itu. Bagi yang memilih untuk berkarir sebagai wirausahawan, network jelas diperlukan, dari mulai pengadaan raw material, penyediaan faktor produksi, hingga pemasaran dan hiring tenaga kerja. Maka tak heran kiranya jika kanjeng Rosululloh saw dalam sabdanya pernah mengatakan bahwa manfaat dari silaturrahim adalah memperluas rizki. Subhanalloh...

Proaktif
Kedua, proaktif. Proaktif di sini bermakna punya inisiatif untuk melakukan sesuatu sekaligus mau mengeksekusinya. Satu hal yang saya perhatikan menjadi penghambat kemajuan seorang fresh graduate pasca kampusnya adalah perasaan malu yang tidak pada tempatnya. Ia malu, segan untuk melakoni sesuatu yang tidak biasa dilakukan olehnya meski itu mampu mendorong karirnya di masa depan. Walhasil, ia pun pasif, seolah menunggu hujan emas yang datang dari langit begitu saja. Untuk ini ada tamsil bagus dari Richard Branson, seorang pengusaha sukses dunia, bahwa hidup ini ibarat di padang rumput yang ada sapinya. Cukup ‘jahlun’ jika seseorang ingin susu dan menunggu hingga sapi-sapi itu yang mendatanginya. Maka, proaktiflah. 

Be Patience
Ketiga, bersabar. Ada orang yang tidak sabar dan ingin semuanya serba instan. Padahal seperti kata sebuah syair, semuanya kan indah pada waktunya. Saat melihat teman-temannya bekerja, seseorang ingin segera bekerja. Saat melihat rekan-rekannya sukses berwirausaha ia pun ingin segera sukses seperti mereka. Keinginan seperti itu tentu tidak masalah. Yang seringkali menjadi problem adalah ketidaksabarannya untuk mencapai itu semua. Ia ingin agar besok pagi sudah bisa dalam kondisi demikian. Walhasil, ketika ada kesempatan yang datang, baik karir maupun brwirausaha, langsung ia sambar tanpa membuat perencanaan ataupun melihat kesesuaiannya dengan rencana dan nilai-nilai yang ingin ia capai dalam hidupnya. Tentu, ada perbedaan antara menyegerakan memanfaatkan kesempatan dengan tergesa-gesa mengambil kesempatan. Yang pertama didahului dan dibimbing oleh perencanaan yang jelas sedangkan yang kedua tidak. Ketergesa-gesaan seperti itu seringkali menimbulkan kekecewaan di akhir, berupa rasa bosan, tertekan, dan rasa tidak nyaman. Maka bersabarlah, karena Alloh selalu menyertai orang-orang yang sabar.

Sungguh, tidak sedikit para fresh graduate yang merasa khawatir dan tidak tenang tentang nasib yang akan mereka temui di masa depan. Masa peralihan dari dunia kampus ke dunia profesional memang menyajikan atmosfer yang berbeda dan penuh tanda tanya. Namun itu semua bisa diibaratkan seseorang yang baru memasuki sebuah gua. Ia akan takut, gelisah, dan khawatir saat sendiri, tidak memiliki perbekalan, sumber cahaya, serta peta yang memadai. Begitupula dalam hidup baru yang akan ditempuh, bekal ilmu, soft skill, dan hard skill juga didukung oleh network akan mereduksi kekhawatiran itu. Dan pereduksi paling dominan yang mampu memberi rasa aman dan tenteram adalah jaminan Alloh lewat kata-kataNya sendiri bahwa setiap orang sudah ditentukan/dijamin rizkinya. Maka masa-masa fresh graduate ini adalah masa-masa yang paling tepat untuk mulai mendekat dan berkomunikasi lebih intens pada Alloh yang menguasai nasib semua makhlukNya. Disamping usaha untuk mencapai karir dan cita-cita, jangan lupakan usaha untuk terus memperoleh cintaNya. Sebab, jika seseorang sudah Alloh cintai, maka ia akan selalu berada dalam kasih sayang dan pemeliharaan Alloh. Merekalah orang yang tenteram mengarungi hidupnya dan tak kan merugi. InsyaAlloh

Wallohua’lam

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?