Sedikit Mengingat Steve Jobs


Apple? saya pernah tak mengerti apa maksudnya. Jelas, maksud yang saya miliki dalam benak adalah sebuah benda yang berwarna merah atau hijau dan bisa dimakan. Namun ternyata tidak. Apple yang mereka maksudkan adalah sebuah perusahaan penghasil operating system (OS) dari perangkat komputer. Mirip microsoft yang banyak menghasilkan OS Windows. 

Mengingat Apple sedikit banyak juga mengingatkan pada pendiri sekaligus mantan CEOnya yang sudah wafat beberapa waktu lalu. Steve Jobs. Dan mengingat Steve Jobs juga berarti mengingat sosok inspiratif yang menginspirasi. Bukan karena ia orang kaya, bukan pula karena ia orang pintar. Tapi karena ia salah satu orang yang memanfaatkan kecerdasannya untuk memberikan manfaat terbesarnya buat orang-orang. Ia pendiri perusahaan komputer Apple yang memproduksi OS pesaing Windows, penghasil iPod, iPhone, dan iPad, barang-barang yang disebut-sebut sebagai produk teknologi canggih extraordinary pada masanya.  Ia pula terlibat dapam produksi film animasi Toys Story, sebuah film animasi yang pernah membuat takjub dunia karena grafik film 3 dimensinya yang begitu nyata (untuk ukuran saat itu). Bermula dari Toys Story, akhirnya dunia modern semakin akrab dengan animasi 3 dimensi. Beliau juga menjadi Think Tank dari Pixar Studios, sebuah rumah produk untuk film-film animasi 3 dimensi. Tak berlebihan kiranya jika banyak orang yang mengagumi kehebatannya dalam berpkir serta kapasitas inovasinya yang besar.

Lebih dari itu, beberapa pemikirannya juga pantas diacungi jempol. Saat hidupnya, sebelum akhirnya kalah oleh kanker pankreas, ia pernah mengatakan bahwa mengingat kematian adalah cara paling efektif untuk mengatasi rasa takut gagal. Bahwa kematian itu akan datang, seharusnya memotivasi orang untuk melakukan hal terbaik dalam hidupnya. Ya, pemikiran yang jelas sinkron dengan hadist Rosululloh bahwa orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat mati.

Steve jobs setidaknya 'mewariskan 2 hal pada kita.
Pertama, mengelola kecerdasan dengan passion. Sosok yang cerdas akan mampu berbuat lebih saat kecerdasannya menemukan passion dalam bidang yang diminatinya. Sejak awal menjadi teknisi Atari (sebuah provider video game) Steve jobs telah memiliki minat di dunia IT. Itu diasahnya terus hingga akhirnya ia mendirikan Apple bersama rekan-rekannya. Bahkan saat ia didepak dari Apple, perusahaan yang didirikannya sendiri, ia tetap konsisten di dunia IT dengan mendirikan NeXT. Hingga akhirnya ditarik kembali oleh Apple dan menjadi CEO di sana. Kiprahnya di dunia IT telah menghasilkan karya-karya yang dirasakan efek positifnya oleh masyarakat.
Kedua, Spirit hidupnya yang tak galau pada kegagalan. Selain kalimat yang disinggung di atas, ia juga pernah mengatakan bahwa ketika ia didepak dari Apple, ia justru merasa ia tengah dialihkan dari beban kesuksesan, pada ringannya menjadi sosok baru. Sosok baru yang akrab pada ketidakpastian. Namun justru itulah saat-saat yang menurutnya paling kreatif untuk berbuat sesuatu dalam hidupnya.
Pak Rhenald Kasali pernah mengutarakan bahwa suatu saat Steve Jobs pernah diundang ke Dragon's Den, sebuah raelty show yang menampilkan para inovator-inovator (yang biasanya) muda yang hendak mempromosikan produknya agar mendapatkan investasi dari para angel investor. Singkat cerita, Steve Jobs setelah memaparkan produknya iPad, ditolak oleh para angel investor. Apa pasal? ternyata bukan karena produk iPad dianggap tidak layak (terbukti beberapa tahun setelahnya, iPad menjadi produk yang laris manis di dunia), tapi karena pribadi Mr. Jobs yang dianggap tidak kondusif untuk berbisnis

Ilustrasi ini setidaknya mengingatkan kita bahwa tak ada manusia sempurna di dunia ini. Ada kelemahan, ada pula kekuatan. Bisa jadi orang-orang seperti Steve Jobs punya satu-dua atau bahkan banyak kekurangan. Namun kekurangan itu pada akhirnya tidak menjadi halangan mutlak untuk memberikan manfaat bagi dunia.

Terlepas dari keyakinan yang dianut Steve Jobs, seorang muslim layak untuk mengambil hikmah dari semua kebaikan yang disaksikan atau diketahuinya. Bahkan seorang muslim pun pantas berpikir, di mana sosok-sosok muslim sekaliber Steve Jobs?

Bila menarik sedikit saja perjalanan hidupnya kepada diri kita, kita seharusnya bisa berkaca diri. Seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh masyarakat lewat kehadiran kita? lewat karya-karya kita? Seberapa banyak orang yang merasakan manfaat itu? Saya yakin bahwa pribadi istimewa ada pada setiap kita. Hanya mungkin masih terkunci dan tersimpan dengan rapi. Tinggal pilihan kita untuk membuka dan memanfaatkannya atau tetap menguncinya.

Wallohua'lam
   

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?