Mekanisme Pasar

Mekanisme pasar perlu didukung, bahkan dalam situasi perang.

Itulah salah satu pandangan Henry Hazlitt dalam bukunya yang terkenal: Economics in One Lesson. 
Dari kacamata awam pandangan itu terkesan tak berperasaan, malah bisa jadi tak berperikemanusiaan. Membiarkan mekanisme pasar berarti membiarkan harga-harga melonjak tinggi ketika keadaan darurat, membuka peluang orang untuk menumpuk dan menimbun barang, plus membuat orang-orang ekonomi lemah tak bisa mengakses barang yang mereka perlukan.

Tapi Henry, sebagaimana para ekonom penganut pasar bebas lainnya, juga punya alasan sendiri. Mekanisme pasar justru menjamin barang tetap tersedia dalam jangka panjang. Dasar argumen mereka adalah hukum supply demand. Dengan membiarkan harga tinggi mengikuti lonjakan permintaan, para produsen akan memperoleh insentif untuk berproduksi lebih banyak, hingga pada tingkat jumlah optimum yang dibutuhkan oleh konsumen. Hingga pada titik tertentu, jumlah tersebut akan kembali mengerek harga turun ke level "normal".

Namun sebaliknya, apabila harga diintervensi agar tetap rendah maka insentif bagi produsen tidak akan tercipta, sehingga jumlah barang yang diproduksi akan stagnan. Apabila produksi stagnan namun demand melonjak, maka akan timbul kelangkaan dalam jangka panjang.

Sebagai personal yang hanya paham ekonomi di level nubi, saya tidak dalam posisi mendukung atau menyalahkan teori dimaksud. Yang jelas memang ada kritik terhadap teori itu yang akhirnya melahirkan mazhab ekonomi Keynesian. Namun andaipun teori itu kita terima, ada fakta obyektif yang tak bisa dipungkiri: akan ada kelompok masyarakat lemah yang dirugikan dalam jangka pendek. Kelompok inilah yang butuh semacam jaring pengaman agar dampak yang mereka terima bisa diminimalisir.

Bicara jaring pengaman, idealnya ini tanggung jawab negara. Tapi kita sebagai bagian dari society juga bisa berpartisipasi. Ada instrumen ZIS yang bisa dimanfaatkan. Syaratnya, kita hanya perlu lebih peka dan empati. Lantas hati kita akan mendorong kita untuk bergerak dengan cara kita sendiri.

wallohua'lam.


Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?