Tips Mengelola Pengeluaran

Menikmati Suasana Pagi-


“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) kamu terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Al Isra: 29-30)

Sebagai seorang PNS dengen isteri yang memilih menjadi ibu rumah tangga, penghasilan saya tidak terlalu besar. Di sini saya mau sedikit berbagi soal bagaimana saya menyiasati ruang fiskal yang terbatas. Ini terkait dengan ayat di atas yang kalau kita baca tafsirnya, ada pesan supaya kita tidak boros tetapi juga tidak kikir. Pesan lain yang tersirat, kita disuruh untuk mengelola pengeluaran dengan seimbang (balance).

Tapi sebelum itu, saya mau kembali mengingatkan bahwa ada dua hal yang menurut saya kritikal dalam mengelola pengeluaran. Pertama, rizki adalah soal keberkahan, dan keberkahan tidak selalu berbanding lurus dengan nominal uang. Ini penting untuk disadari supaya kita bisa selalu positif thinking sama keadaan. Kedua, mengelola uang adalah soal menyesuaikan pola konsumsi atau gaya hidup. Dan kebahagiaan tidak selalu berbanding lurus dengan gaya hidup.

Sebenarnya apa yang akan saya sampaikan ini sama sekali bukan hal yang baru. Kalau kita baca majalah-majalah atau tabloid bisnis di rubrik yang dikelola oleh para konsultan keuangan, kita akan ketemu hal yang sama. Inti pembahasan mereka biasanya gak jauh-jauh dari alokasi anggaran (budget allocation). Kita punya tujuan keuangan A, B, C dst dengan level penghasilan tertentu, kemudian membuat porsi-porsi pengeluaran yang paling optimal untuk memenuhi tujuan-tujuan itu. Yang akan saya sampaikan pun intinya sama. Bedanya hanya dalam hal wujud dan konteks untuk level penghasilan saya yang masih 1 digit. Nilainya? yah, di rentang 5jt-7jt lah dalam kondisi normal.
Ok, kita mulai.
-----

Tips 1: Disiplin melakukan pencatatan, baik pemasukan ataupun pengeluaran.

Pencatatan adalah langkah pertama sekaligus paling basic. Ibarat peta, pencatatan yang baik bisa bikin kita tahu posisi keuangan kita dan kemana saja dia bisa dilangkahkan. Tak harus rumit dan pakai semua konsep akuntansi. Kalau saya cukup dengan tabel dengan dua kolom: pemasukan di sebelah kanan, dan pengeluaran di sebelah kiri. Dan tabel itu saya buat untuk setiap bulan.

Di kolom pemasukan, saya catat semua bentuk pemasukan yang ada di bulan itu. Gaji, uang makan, tunjangan kinerja, hibah, SPPD dan honor (kalau ada), dan semua pemasukan yang sifatnya menambah. Di kolom pengeluaran saya catat semua pengeluaran di bulan itu, dari mulai biaya makan sehari-hari, uang transport, uang sekolah anak, tagihan listrik, gas, air, infak, dst yang sifatnya mengurangi.

Supaya mudah di-update kapan saja, tabel-tabel itu saya buat di spreadsheet google drive. Ini aplikasi yang punya fitur mirip ms excel yang bisa dibuka dan diedit kapan saja selama perangkat/komputer kita terkoneksi dengan internet.

Selain itu, supaya yang dicatat di tabel juga tidak terlalu banyak, biasanya saya pakai dua strategi: pertama, membiasakan transaksi dengan e-banking. kedua, mencatat berdasarkan penarikan tunai dari ATM. Jadi pengeluaran-pengeluaran semisal makan sehari-hari, biaya parkir, ongkos angkot, dan lain-lain saya gabung jadi namanya "biaya mingguan", dan "biaya mingguan" ini tak lain adalah penarikan tunai yang saya lakukan seminggu sekali. Dengan kata lain, tiap minggu saya melakukan tarik tunai di ATM, yang spesial dialokasikan untuk biaya sehari-hari. Jadi yang dicatat di kolom pengeluaran cukup "biaya mingguan" minggu ke-I, atau ke-II tergantung di minggu keberapa penarikan itu dilakukan.

Selain menyederhanakan pencatatan, dua strategi di atas juga punya keuntungan lain. Jadi catatan yang kita buat ada jejaknya di rekening koran, dan bisa kita kroscek sewaktu-waktu, semisal kita lupa.
Oya, satu lagi. Kadang adakalanya saya nerima pemasukan via tunai. Nah, supaya dia punya jejak di rekening koran, uang yang tunai itu saya usahakan sedapat mungkin tidak dipakai kecuali sudah saya masukkan (tabung) di rekening. Adanya pencatatan ini nantinya juga akan membantu sekali ketika saya mau bayar zakat mal tiap tahun. Darinya saya bisa tahu seberapa besar harta yang bertambah atau berkurang selama setahun, sehingga saya bisa menentukan seberapa besar porsi yang mengendap melewati 1 haul.

Terkait dengan pencatatan ini, kadang godaannya itu malas dan menunda-nunda. Maka hindari menunda-nunda. Kalau perangkat kita terhubung dengan internet, langsung catat kalau ada pemasukan ataupun pengeluaran. Harus disiplin atau semua tips selanjutnya gak akan ada gunanya.
--- 

Tips 2: Membagi alokasi anggaran untuk 4 hal: pengeluaran rutin, tabungan, sedekah plus zakat, dan pengeluaran sekunder.

Setelah disiplin melakukan pencatatan, kita bisa mulai mengalokasikan pengeluaran ke pos-pos sesuai kebutuhan kita. Ini bebas sebenernya, tapi kalau saya alokasinya untuk 4 hal di atas. 

Ada pos pengeluaran rutin. Di dalamnya ada 4 atau 5 kali biaya mingguan (yang sudah saya singgung di atas), uang transport sehari-hari ke kantor, uang listrik, air, gas, uang sekolah, cicilan rumah, dan pulsa. Karena ini paling basic, maka alokasinya paling tidak fleksibel. Untuk makan sehari-hari biasanya saya ngasih jatah ke isteri 50 ribu per hari, atau 350 ribu per minggu. Jadi pengeluaran buat makan sehari tidak boleh lebih dari itu. Kurang boleh. Nanti sisanya bisa dipake di ujung minggu buat jalan-jalan atau wisata kuliner di luar, atau beli bahan makanan yang agak-agak mahal buat perbaikan gizi.

Ada pos tabungan. Kalau saya, di dalamnya ada pos tabungan primer yang merupakan 20% dari total penghasilan dikurangi cicilan rumah. Ada juga pos tabungan sekunder. Nah yang sekunder ini gak ada porsi alokasi khusus, karena besarannya adalah sisa dari penghasilan setelah dikurangi semua pengeluaran termasuk sedekah dan zakat.

Ada pos sedekah plus zakat. Di dalamnya ada 2,5% dari total penghasilan dan 10% dari total penghasilan dikurangi cicilan rumah. Zakat sudah jelas lah ya, biasanya saya setor ke LAZ via e-banking. Kalau sedekah, isinya bisa macam-macam. Dari mulai santunan anak yatim, wakaf tunai, infak buat korban bencana, ngasih ke orang tua, sampai alokasi buat kalau ada temen yang nikahan.

Terakhir ada pos pengeluaran sekunder. Ini besarannya menyesuaikan tiga pos di atas. Dalam kondisi normal biasanya nilainya tidak banyak. Isinya antara lain buat jalan-jalan, servis motor, beli alat-alat rumah tangga, dst. Alokasinya bisa bertambah saat ada kondisi tidak normal semisal saya dapet honor panitia dari kantor, atau dapat uang perjalanan dinas, dst.
---

Tips 3: Menyusun perencanaan untuk bulan selanjutnya berdasarkan catatan bulan sebelumnya.

Kalau kita baru mulai pertama kali mengalokasikan pengeluaran semacam ini, biasanya sering ada gap antara yang direncanakan dengan yang riil terjadi. Ada pos-pos yang tak terduga yang biasanya muncul tanpa direncanakan. Nah, ini normal menurut saya. Justru disinilah letak krusialnya pencatatan itu. Seiring berjalannya waktu, kita akan menemukan pola pengeluaran yang berulang, dan semakin tau bahwa dengan pola konsumsi kita selama ini ternyata membutuhkan penyesuaian di beberapa pos. Akhirnya semakin lama, perencanaan alokasi kita bisa lebih realistis dan mendekati kenyataan.

Oh ya, karena basis pencatatan saya dilakukan bulanan, sangat mungkin kalau di awal-awal kadang lupa dengan alokasi pengeluaran yang sifatnya tahunan. Misalnya kurban, uang pendaftaran sekolah anak, atau bayar pajak kendaraan dan pajak bumi dan bangunan. Di sini saya bisa pakai dua cara. Pertama, untuk pengeluaran tahunan dialokasikan khusus dari pemasukan yang sifatnya juga tahunan. Kalau di PNS sering ada yang namanya THR dan gaji ke-13 dan itu sifatnya tahunan. Jadi THR itu khusus disimpen buat nanti dipakai untuk kurban. Atau cara yang kedua, di tiap bulan disiapkan tabungan khusus untuk mengantisipasi pengeluaran yang sifatnya tahunan itu. Posnya ya pakai yang pos tabungan itu.
---

Tips 4: Konsisten dengan perencanaan yang sudah dibuat, tahan godaan

Tantangan terbesar dari tips-tips ini menurut saya adalah konsistensi. Di awal-awal kita mungkin bisa. Tapi seiring berjalannya waktu, kalau kita gak bisa mengontrol gaya hidup dan pola konsumsi, alokasi seperti ini jadi terasa membatasi. Tapi kalau saya berpendapat, justru pembatasan itu perlu supaya kondisi keuangan kita tetap sehat dan proporsional. Intinya dalam jangka panjang, pasak tidak boleh lebih besar daripada tiang. Pengeluaran tidak boleh lebih besar daripada pemasukan.

Kita boleh meng-entertain diri sendiri atau keluarga tapi levelnya harus disesuaikan dengan tingkat penghasilan. Balik lagi ke prinsip yang saya sampaikan di awal, bahwa kebahagiaan itu tidak berbanding lurus dengan gaya hidup. Di level saya, cukuplah entertainnya makan bakso dua minggu sekali sama keluarga. Dan alhamdulillah sejauh ini bahagia-bahagia saja. Haha.

Btw ada tips menarik terkait menyiasati dorongan belanja ini. Biasanya kita tertarik untuk beli ini itu hanya karena faktor impulsif yang sangat sementara. Keinginan sesaat, tapi setelah barangnya dibeli ya sudah. Bahagianya gak tahan lama. Supaya kita terhindar dari yang begini, kita bisa terapkan aturan "1 minggu", "2 minggu", atau "4 minggu". Konsep ini saya dapet dari artikel yang saya udah lupa baca di mana. Tapi intinya begini. Kalau kita tertarik beli sesuatu, jangan langsung beli. Tahan. Endapkan dulu keinginan itu selama seminggu. Kalau setelah seminggu rasa ketertarikannya berkurang, maka jangan beli. Kalau ketertarikannya tetap atau nambah, maka silakan beli. Setelah saya coba praktikkan, cara ini sepertinya lumayan ampuh. Setidaknya kita tahu betapa "fana"-nya keinginan-keinginan awal itu. 

Jangka waktu mengendapkan keinginan itu, apakah 1 minggu, 2 minggu atau seterusnya disesuaikan dengan harga barangnya. Jadi misalnya, kita netapkan aturan 1 minggu untuk harga barang yang di bawah 100 ribu. 2 minggu untuk yang di bawah 300 ribu. atau sebulan untuk yang di atasnya. Terserah. Intinya kita punya sarana buat mengontrol yang disesuaikan sama kondisi kita masing-masing.
---

Demikianlah beberapa tips dari saya. Sengaja saya share siapa tahu bermanfaat dan bisa diterapkan. Atau setidak-tidaknya memberikan insight dan inspirasi sehingga rekan-rekan yang baca bisa ketemu ide yang lebih baik dalam mengelola sumberdaya keuangan.

Kalau ada pendapat atau pertanyaan atau pengen diskusi, monggo disampaikan di komentar ya.

Wallohua'lam.

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?