Posts

Showing posts from January, 2012

Bisnis, Kenapa Tidak Dari Dulu Ya?

Image
Saya cukup menyesal ketika berbisnis, kenapa tidak saya lakukan dari dulu? Saya baru sadar, kalau bisnis itu ternyata menyenangkan dan menggairahkan. Bisnis itu menantang. Dan yang lebih penting, bisnis itu terbukti menjadi sarana yang sangat efektif untuk mentarbiyah diri. Setidaknya inilah yang saya rasakan. Selama ini saya sebenarnya sudah pernah beberapa kali mengecap aktivitas bisnis. Dari mulai jualan puding untuk danus kegiata organisasi, jualan telur untuk "membantu" teman2 di asrama, sampai nimbrung di usaha nata de coco milik teman. Tapi semuanya itu masih belum dilakoni dengan serius dan niat khusus. Hanya tujuan jangka pendek, atau iseng-iseng belaka. Belakangan setelah saya pulang kampung setelah lulus, niatan berbisnis itu pun baru datang. Datangnya niat itu pun tidak tiba-tiba jleb dari langit. Salah satu faktor pemicunya adalah adanya teman SD saya yang sedang kesulitan ekonomi. Beliau anak kedua dari dua bersaudara yang dua-duanya laki-laki. Ia sudah

Bagaimana Agar Cinta Tidak Menjadi Virus?

Virus merah jambu? Ah, sepertinya saya sudah terlalu tua untuk membahas itu. Terlebih karena gerbang pernikahan yang diidam-idamkan banyak pemuda dan pemudi itu sudah saya lewati. Hehe. Ibarat kapal, hati saya sudah tertambat di sebuah dermaga yang pas, dan insyaAlloh sakinah, mawaddah, warohmah (aamiin). Bukan masanya lagi saya galau dengan problematika cinta muda-mudi. But, konon masalah hati yang banyak orang bilang virus ini, sesungguhnya punya banyak dimensi dan banyak pula hal yang bisa dibagi. Anggaplah ini sebuah pemikiran atau sharing pengalaman pada adik-adiknya. Saya tidak tahu pasti bagaimana munculnya istilah virus merah jambu ini. Mungkin orang-orang mengasosiasikan warna merah jambu dengan seorang anak gadis kemudian menghubungkannya dengan istilah virus yang konotasinya merusak. Ya, perasaan ‘sesuatu’ (pakai istilahnya Syahrini) pada anak gadis (atau pemuda) itu kemudian menjadi hal yang kontraproduktif sehingga dianggap virus. Wallohua’lam. Yang jelas, VMJ se

Beginikah Rasanya Diberhentikan?

Saya pernah tahu bagaimana rasanya dipecat alias diberhentikan. Saat itu saya masih berstatus mahasiswa tingkat awal di Teknologi Industri Pertanian IPB. Kultur yang umum di jurusan saya saat itu, tingkat awal adalah masa-masanya tugas, praktikum, dan laporan akademik menumpuk. Kalau pakai istilah yang agak keren, masa ini masanya eskalasi. Ini waktunya di mana mahasiswa tetap menjadi mahasiswa 24 jam non-stop, 7 hari seminggu. Nyaris tak ada waktu untuk aktivitas pribadi. --> majas hiperbolis Dalam kondisi super sibuk seperti itu, saya dan beberapa orang mahasiswa tetap menyempatkan diri mengikuti kegiatan di organisasi di akhir pekan. Untuk saya, saya memilih ikut di salah satu lembaga pembinaan remaja dan anak-anak. Apa alasannya? Awalnya karena saya ingin membantu seorang teman yang nampaknya cukup kerepotan berkerja sendirian di sana. Tapi lama kelamaan alasan itu pudar karena saya menemukan alasan yang lebih baik: 1) Saya menyenangi aktivitas pembinaan. 2) Saya senang denga

Meneguhkan Karakter Berjamaah Dakwah

Ahad, tanggal 15 Januari 2011 yang lalu, saya berkesempatan menghadiri tabligh akbar yang diadakan PD Muhammadiyah Asahan dalam rangka Milad Muhammadiyah ke 102/99 M. Tabligh akbar kali ini menghadirkan Pak Yunahar Ilyas, Lc. dari PP Muhammadiyah Yogyakarta. Ini kesempatan pertama saya bertemu langsung dengan beliau. Sebelumnya hanya akrab dengan sosok beliau lewat tulisan ataupun ceramah-ceramahnya di dunia online. Setelah rangkaian seremoni seperti biasanya (gaya birokrasi), tabligh akbar pun dimulai. Pak Yun memaparkan sejarah awal berdirinya Muhammadiyah oleh Kiai Dahlan dan para muridnya. Awalnya menurut beliau, Kiai Dahlan tidak bermaksud mendirikan sebuah persyarikatan besar seperti sekarang ini. Niat awal beliau sangat sederhana, yakni ingin memberikan pengajaran agama Islam pada anak-anak yang saat itu masih minim diajarkan di sekolah-sekolah milik Belanda. Karena tidak memperoleh izin memberikan mata pelajaran baru sekolah Belanda, beliau pun pergi ke Budi Utomo dan h

Kenapa Pulang?

Image
Kenapa pulang? Pertanyaan di atas cukup sering terngiang-ngiang di pikiran. Bukan kalimat mistik atau mantra-mantra sebenernya. Tapi kalimat yang sepertinya ada di banyak benak para kerabat maupun sahabat-sahabat dekat. Kenapa pulang? Pertanyaan itu seolah menganggap "pulang" sebagai perbuatan tak biasa menurut ukuran mereka. Kuliah jauh-jauh di Bogor, menghabiskan biaya besar (sebenernya nggak juga sih), punya banyak channel di sana, prestasi lumayan oke, kok lulus malah pulang kampung? memangnya mau jadi apa kamu? Kalimat seperti itu memang tidak pernah secara langsung terdengar. Tapi selentingan-selentingan kabar dari orangtua, dari teman-teman, dan dari tetangga sudah cukup untuk menjelaskan kecenderungan umum, bahwa anak-anak sekolah agar sukses di masa depan. Sukses yang dimaksud di sini ditandai oleh diterimanya mereka bekerja di pusat-pusat kota, dengan gaji lumayan gede. Syukur-syukur kalau kerjanya di perusahaan besar atau perusahaan multinasional. Atau ya