Namanya Rahima


Waktu itu Perang Dunia I tahun 1920. Turki di bawah Mustafa Kemal Pasha melawan Perancis. Turki terdesak mundur dan kalah, tetapi perlawanan rakyatnya sungguh luar biasa. Demi kehormatan bangsa dan tanah air, segala pengorbanan dilakukan dengan sepenuh jiwa dan raga.

Dari Desa Razieler, Distrik Osmania muncul sosok perempuan pemberani yang ikut berjuang melawan penjajah itu. Dia bernama Rahima. Perempuan muda ini menjadi sukarelawan di bawah pimpinan Husain Agha. Dia terlibat dalam penyerbuan Ninth Tunnel di bulan Februari 1920. Kelompok kecil ini berhasil merampas gudang senjata milik Perancis.

Rahima sungguh ksatria. Dia melakukan banyak pekerjaan emergensi yang biasa dilakukan tentara pria. Dia bahkan mengangkat mayat tentara-tentara Turki yang syahid di medan tempur. Para tentara Turki menjulukinya "Tayar", sang penerbang, karena kecepatan dan kegesitan langkahnya.

Rahima kemudian menjadi pemimpin pasukan dalam penyerbuan ke markas tentara Perancis di Osmania bulan Juli 1920. Semua anggota pasukannya laki-laki. Ibrahim Khan menuturkan kisah Rahima sang pahlawan ini sebagaimana kesaksian Kolonel Arif, asisten Mustafa Kemal Pasha.

Apa pengakuan Rahima dalam peperangan yang dahsyat itu? "Aku hanyalah seorang wanita, tetapi aku berperang sambil berdiri tegak, sedangkan kalian para lelaki tidak malu merangkak di tanah dan bersembunyi," ujar perempuan perkasa ini. Dia akhirnya gugur di medan perang, sebagai syahidah.
------------

Ketika para wanita berparas cantik di Pulau Dewata berlenggak-lenggok memeragakan tubuhnya, kita tidak tahu persis apa yang ada di pikiran dan relung hatinya. Tahukah mereka, bahwa puluhan tahun yang silam di Turki sana seorang Rahima berjuang gigih dan syahid di medan perang untuk kehormatan bangsa dan negaranya. Untuk membebaskan diri dari angkara murka penjajah yang mengisap darah, jiwa, kemerdekaan, kedaulatan, dan apapun yang paling berharga dalam hidup sebuah bangsa.

Di negeri ini pun ada sosok Tjut Nyak Dien. Dia perempuan pejuang yang tak seinci pun mau menyerah kepada Belanda. Dia ditipu, ditangkap, dipenjarakan hingga dibuang ke Cianjur yang jauh dari tempat kelahirannya di Tanah Rencong. Tapi dia tetap berdiri tegak sebagai pejuang, yang berani melakukan apa pun demi kedaulatan bangsa dan Tanah Air yang dibelanya.

Tahukah para perempuan yang berlenggak-lenggok di panggung dalam sorotan jutaan manusia, bahwa di setiap negeri mereka selalu hadir sosok-sosok perempuan pejuang yang mau mati demi martabat bangsa dan negerinya. Sosok-sosok yang sadar akan sesuatu yang paling berharga dalam hidup: harga diri, marwah, dan idealisme.

Boleh jadi mereka tak menyadari bahwa di balik semua kemegahan dan aura publik yang memujanya, para perempuan itu telah menjadi korban bisnis dan kepentingan-kepentingan pemilik modal dan petualang kedigdayaan duniawi yang serbaliar. Mereka menjadi objek penderita yang dujual dengan segala macam imaji yang merendahkan kemuliaan martabatnya selaku kaum Hawa.

Jika Rahima dan Tjut Nyak Dien masih hidup, boleh jadi keduanya menangis penuh pilu. Betapa banyak marwah perempuan dihinakan oleh sekian banyak kepentingan yang rendah. Padahal Tuhan begitu rupanya memuliakan manusia, "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS Al Isra: 70). Lalu kenapa mereka merendahkan dirinya?

-------------------
Disadur dari tulisan A. Nuha berjudul sama, di rubrik Ibrah Majalah Suara Muhammadiyah ed. 19/2013

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?