Ini Soal Empati Sebenarnya
Urus aja urusan negerimu sendiri, gak usah urus urusan negeri orang lain
----
Sering ya baca komentar begitu. Rasanya getir-getir pedas. Biasanya dia muncul kalau ada isu-isu tentang Palestina. Sekarang dia muncul lagi saat ada isu tentang Rohingya.
Saya yakin komentar itu muncul dari rasa sinis saja, bukan dari kecintaan yang menggebu-gebu pada negerinya (seperti orang kasmaran yang gak mau perhatian pada kekasihnya dibagi dua). Dan saya juga yakin yang komentar sebenarnya juga gak konsisten-konsisten amat dengan logika argumennya. Terbukti, dia sendiri lebih memilih mengomentari statemen orang lain ketimbang mengurus mulut atau jarinya sendiri.
----
Sering ya baca komentar begitu. Rasanya getir-getir pedas. Biasanya dia muncul kalau ada isu-isu tentang Palestina. Sekarang dia muncul lagi saat ada isu tentang Rohingya.
Saya yakin komentar itu muncul dari rasa sinis saja, bukan dari kecintaan yang menggebu-gebu pada negerinya (seperti orang kasmaran yang gak mau perhatian pada kekasihnya dibagi dua). Dan saya juga yakin yang komentar sebenarnya juga gak konsisten-konsisten amat dengan logika argumennya. Terbukti, dia sendiri lebih memilih mengomentari statemen orang lain ketimbang mengurus mulut atau jarinya sendiri.
Kalau mau diseriusin, komentar senada itu sebenernya mudah dibantah.
Dari mulai jawaban ngeyel semisal, "Mulut-mulutku, ya sukak-sukak ku
lah", sampe yang argumentatif semisal "mengurus urusan negara lain tak
otomatis mengabaikan urusan negara sendiri, Neng". Atau "Kekerasan di
sana akan berakibat destabilitas kawasan yang ujungnya bisa berdampak ke
negara kita juga, Kang".
Tapi ada hal lebih mendasar menurut saya yang ditunjukkan komentar-komentar semacam itu, yakni gejala makin tipisnya rasa empati pada manusia lainnya. Kalau wujud pembantaian manusia saja belum sanggup membuat hati terketuk, maka tak heran bila ada kejadian orang sekarat di tengah jalan bukannya dibawa ke IGD tapi malah difoto, direkam dan dibiarkan sampe polisi datang.
Saya yakin seyakin-yakinnya, tipisnya rasa empati kelak akan berimbas pada diri mereka sendiri. Dan oleh karenanya janganlah kita menambah-nambahi populasi orang-orang tipis empati di dunia ini. Cukuplah sabda sang baginda kita amalkan, barangsiapa menyayangi apa yang ada di bumi, dia akan disayangi yang di langit.
Wallohua'lam
Tapi ada hal lebih mendasar menurut saya yang ditunjukkan komentar-komentar semacam itu, yakni gejala makin tipisnya rasa empati pada manusia lainnya. Kalau wujud pembantaian manusia saja belum sanggup membuat hati terketuk, maka tak heran bila ada kejadian orang sekarat di tengah jalan bukannya dibawa ke IGD tapi malah difoto, direkam dan dibiarkan sampe polisi datang.
Saya yakin seyakin-yakinnya, tipisnya rasa empati kelak akan berimbas pada diri mereka sendiri. Dan oleh karenanya janganlah kita menambah-nambahi populasi orang-orang tipis empati di dunia ini. Cukuplah sabda sang baginda kita amalkan, barangsiapa menyayangi apa yang ada di bumi, dia akan disayangi yang di langit.
Wallohua'lam
Comments
Post a Comment