Impresi Saya dari Kuliah Ekonomi

Hati saya resah. Materi sudah sebenarnya tersampaikan, tapi tetap saja saya belum puas dan ingin lagi dan lagi dan lagi. Tamboh, kalau orang di daerah saya bilang. Saat tahu bahwa ini adalah jadwal perkuliahan terakhir, hati saya seolah menjerit: Tidaaaak!!!
--------------

Ini pertama kalinya saya merasa benar-benar tertarik dengan sebuah mata kuliah. Perkuliahan yang seyogyanya terjadwal sebanyak 7 kali pertemuan saya anggap masih kurang dan ingin rasanya ditambah lagi. Inilah mata kuliah Teori Ekonomi. Padahal kalau dipikir-pikir mata kuliah TE ini sudah berulang kali saya terima (sejak SMA hingga jenjang S1). Pun sebenarnya TE ini 'hanya' mata kuliah matrikulasi yang sama sekali tidak punya nilai SKT (Sistem Kredit Triwulan) alias sama sekali tidak punya pengaruh pada indeks prestasi.

Apa sebab saya tertarik? Apa karena dosennya? Mungkin iya. Dosen pengajar di kuliah ini adalah dua orang yang saya hormati betul. Yang pertama, Pak Idqan Fahmi dan yang kedua, Pak Noer Azam Achsani.

Entah bagaimana ceritanya, diberi wejangan seputar dunia ekonomi oleh kedua dosen ini, terlebih oleh Pak Azam, membuat saya begitu bersemangat, tak ubahnya seperti seorang anak kecil di desa yang tiba-tiba diajak melihat ibu kota negara. Semacam ada perspektif baru, wawasan baru yang membuat pikiran saya begitu terbuka terhadap dunia. Beliau menunjukkan pada saya betapa sesungguhnya kita hidup di dunia yang sangat tidak adil. Keadilan dalam realitasnya, berlaku sangat subjektif dan definisinya sangat ditentukan oleh pihak atau negara yang paling berkuasa. Dalam nyaris semua hubungan, yang pada akhirnya menikmati manfaat paling besar adalah pihak yang paling kuat, sedangkan pihak yang lemah harus siap bersedia menerima serpihan-serpihan kemakmuran. Oleh karenanya agar bisa benar-benar berdaulat kita pun tak punya pilihan lain selain menjadi negara yang kuat.

Dalam kuliah ini saya juga diajak untuk memahami bahwa hubungan-hubungan ekonomi itu ternyata saling berkaitan. Satu perubahan di satu simpul ekonomi bisa mempengaruhi simpul ekonomi lainnya. Yang baru saya sadari, ternyata pengaruh perubahan simpul itu bisa sangat fantastis, jauh di luar perkiraan saya selama ini. Dulu saya tidak pernah berpikir bahwa naiknya harga-harga barang pada akhirnya bisa membuat penguasa jatuh dan runtuh kredibilitasnya, dan ternyata itu bisa terjadi. Begitupula bagaimana satu buah tanda tangan untuk menyetujui kebijakan pasar perdagangan bebas bisa punya implikasi hilangnya mata pencaharian ribuan atau bahkan jutaan penduduk di suatu negara. Dengan memahami seluk beluk dunia ekonomi, semua hubungan itu akan terlihat jelas. Sangat jelas bahkan.

Selama ini saya hanya menganggap sisi ekonomi hanya sebagai sebuah entitas yang hanya mengukur untung rugi dan sifatnya teknis sekali. Ternyata, wawasan seperti itu jauh sekali dari realita sebenarnya. Ekonomi adalah alat bantu yang jika digunakan dengan bijak akan menjadi instrumen yang sangat berguna untuk mengelola masyarakat secara luas. Maka, andai ada orang di dunia ini yang punya cita-cita untuk mengubah dunia, belajar ekonomi dengan baik adalah sebuah jalan yang tidak bisa ditawar tawar lagi, harus dilalui. 

Ada dua buku yang sangat direkomendasikam oleh dosen saya untuk dibaca terkait dunia ekonomi, khususnya ekonomi makro, yakni The Secrets of Economic Indicator dan Making Globalization Work. Buku pertama, yang ditulis oleh seorang wartawan ekonomi senior, berisi tentang indikator-indikator ekonomi yang paling mempengaruhi kondisi perekonomian secara umum serta hubungannya satu sama lain. Buku ini diapresiasi sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh di dunia. Sedangkan buku yang kedua, yang ditulis oleh seorang penerima hadiah Nobel ekonomi tahun 2001, berisi tentang paparan realita globalisasi beserta dampaknya yang dua sisi: menguntungkan bagi negara kaya tapi merugikan bagi negara miskin. Buku ini juga berisi beberapa saran mengenai perbaikan yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia acara globalisasi tidak lagi memakan korban dengan menciptakan ketidakadilan. Kabar gembiranya, dua buku ini bisa diunduh secara gratis di banyak situs di internet.

Akhir kata, kuliah ini sedikit banyak menyadarkan saya bahwa kita hidup di dunia yang kompleks dengan segala problematikanya. Sebuah idealisme sama sekali tidak cukup untuk membuat dunia ini lebih baik, sekuat apa pun idealisme itu. Sebuah idealisme baru akan bisa berbuat banyak saat ia didampingi oleh perangkat ilmu pegetahuan yang dalam sekaligus luas. Oleh karena itu saya jadi sangat menghargai orang-orang yang bersusah payah menuntut ilmu kemudian mengalirkan ilmu tersebut ke khalayak seluas-luasnya. Sebab, sesungguhnya kita semua hidup di dunia yang sama. Dan dunia ini tidak akan pernah jadi lebih indah hanya dengan usaha seorang diri.

Wallohua'lam

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?