Bersatu, Sesulit Itukah?

"Pada beberapa tahun yang sudah, kita gemar berbantah-bantahan, bermusuhan di antara kita umat Islam, malahan perbantahan dan permusuhan itu di antara ulama dengan ulama. Sedangkan yang dibuat perbantahan dan permusuhan itu perkara kecil saja. Adapun timbulnya permusuhan itu, karena kebanyakan kita berpegang kuat pada hukum yang dihukumkan oleh manusia."
"Kita sekarang bukan hidup pada 25 tahun yang lalu. Kita sudah bosan, kita sudah payah bermusuh-musuhan. Sedih kita rasakan kalau perbuatan itu timbul daripada ulama. Padalah ulama itu mestinya lebih halus budinya, berhati-hati lakunya. Karena ulama itu sudah ditentukan menurut firmal Alloh: Ulama itu lebih takut kepada Alloh. Karena ulama tentunya lebih mengerti kepada dosa dan bahaya bermusuh-musuhan." (KH Mas Mansyur, 1358 H / 1939 M)
"Janganlah kalian jadikan perdebatan itu menjadi sebab-sebab perpecahan, pertengkaran, dan bermusuh-musuhan. Atau kita teruskan perpecahan, saling menghina dan menjatuhkan, saling dengki mendengki, kembali pada kesesatan lama? Padahal agama kita satu, Islam. Daerah kita satu, Indonesia. Dan kita sekalian ini serumpun, Ahli Sunnah wal Jamaah. Demi Alloh, hal semacam itu merupakan musibah dan kerugian yang amat besar." (KH Hasyim Asy’ari, 1356 H / 1937 M)
Bersatu. Sesulit itukah? Tiba-tiba saya disentak oleh firman Alloh, innalloha yuhibbulladzina yuqootilu fii sabiilihi shoffa, ka’annahum bunyanum marshush...sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berperang/berjuang di jalan Alloh dalam saf, seakan-akan mereka bangunan yang tersusun kokoh. Saya pun berpikir lagi apakah kita sudah menjadi ummat yang dicintai Alloh? Jangan-jangan cinta Alloh itu tak sampai utuh pada kita karena kita gemar bercerai-berai. Ketimbang mencari celah untuk bekerja sama, kita lebih sering terlihat saling berusaha mengungguli satu sama lain. Bukan dalam rangka fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan tetapi dalam rangka memperlihatkan eksistensi, “ini gue lebih oke ketimbang loe”. Mirip seperti kalimatnya iblis sebelum didepak dari surga dulu, “Aku lebih baik ketimbang dia, aku Engkau ciptakan dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah...”
Bersatu. Sesulit itu kah? Kita mungkin menganggap bersatu berarti sama rata. Homogen. Padahal tidak demikian. Sesungguhnya Alloh menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Seperti yang sudah disampaikan Buya Hasyim Asy’ari, apakah kesamaan iman belum cukup menjadikan kita bersatu? Lebih celaka lagi ketika kita sebagai orang-orang yang berilmu, orang-orang terdidik, orang-orang yang ditempa dalam kultur akademik yang rupanya belum cukup membuat kita selalu mencari jalan untuk saling menguatkan. Tersindir kita oleh perkataan Buya Mas Mansyur, adakah kehalusan budi bagi mereka yang menganggap bersatu sebagai hal yang tabu?
Bersatu. Sesulit itu kah? Mungkin karena fanatisme kita yang terlalu besar pada sekat-sekat maya itu. Ukuran-ukuran keduniaan menjadikan kita seolah buta, bahwa kita sesungguhnya tidak berada di kamar-kamar yang berbeda. Kita sesungguhnya ada dalam sebuah kapal raksasa, di tengah-tengah samudera yang satu tujuannya, surga. Kapal itu adalah Islam, dan kita awak-awaknya. Fanatisme itu menjadikan kita lebih memilih terjun ke lautan dan berenang sendiri-sendiri. Atau pergi dengan sekoci sekedarnya, ketimbang tetap berada di atas dan mendayung bersama.
Ah kawan, mungkin di antara kita masih bersemayam rasa sombong dan takabur. Lalu bersatu pun hanya jadi mimpi belaka hingga kesombongan dan rasa takabur itu berhasil kita kubur...

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?