Onepiece dan Perubahan

Bagi para penggemar manga Jepang, tentu tidak asing lagi dengan serial Onepiece. Ya, serial bajak laut ini adalah salah satu serial paling populer di Jepang pada awal tahun 2000-an dan masih bertahan hingga kini. Serial ini menceritakan petualangan sekelompok bajak laut yang diketuai oleh Luffy, si topi jerami mencari harta karun paling terkenal di seluruh dunia bernama Onepiece. Ada banyak fragmen kisah yang diceritakan, persahabatan, pengkhianatan, keberanian, perjuangan hingga akhir, kehormatan, dan sebagainya. Terlepas dari tampilan gambar yang kadang sedikit berbau seks, serial ini cukup mendidik dari segi cerita. Saya berangan-angan suatu saat nanti ada anak negeri yang mampu menyajikan cerita sekualitas Onepiece namun dengan gambaran yang lebih sopan.



Salah satu fragmen yang paling saya sukai adalah ketika kelompok mereka terpisah akibat sebuah insiden. Semakin mendekat ke pulau harta karun Onepiece, lawan dan dinamika yang mereka temui semakin berat dan kompleks. Kondisi mereka pada saat itu ternyata masih lemah dan akhirnya mampu dikalahkan oleh musuh-musuhnya. Efeknya, anggota kru bajak laut topi jerami terpencar ke berbagai belahan bumi. Pada saat itu sang kapten, Luffy, memberikan kabar melalui selebaran bahwa mereka harus bertemu lagi di medan tempur terakhir mereka -tempat mereka terpisah, setelah 2 tahun. Melihat selebaran itu, para kru pun paham dan 2 tahun pun mereka lewati. Singkat cerita, dua tahun kemudian pun mereka bertemu. Saat bertemu, masing-masing kru dan sang kapten sendiri sudah berubah, baik penampilan maupun kekuatannya. Ternyata 2 tahun itu mereka gunakan sebaik-baiknya untuk melatih diri menjadi lebih kuat. Sang kapten, Luffy, menempa haki dan universe leadership-nya, skill legendaris yang pernah dimiliki oleh Raja Bajak Laut sebelumnya. Zorro sang pendekar, menempa keahlian pedangnya langsung dengan Si Mata Elang, pendekar pedang paling kuat pada saat itu. Sanji sang koki, melatih kakinya menjadi super cepat dan mampu mendaki ke langit, berkat pengawasan Ivan, veteran perang dunia masa lalu. Usopp si sniper penakut, melatih mental, fisik, dan nalurinya di pulau Amazon di bawah instruksi Kumbang Herkules, menjadi sosok pemberani dan punya segudang amunisi unik untuk ketapelnya. Begitupula kru yang lainnya, Nami yang bisa menjadi pengendali cuaca, Robin yang kemampuan menggandakan tubuhnya meningkat pesat, Franky cyborg jenius yang menambah perkakasnya, dan Chopper rusa jadi-jadian yang bisa jadi raksasa, dan Brook si tengkorak pemusik yang persuasif. 

Dari fragmen di atas, yang menarik bagi saya adalah mentalitas perubahan. Setiap mereka punya keinginan kuat untuk menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Ini kemudian saya refleksikan dengan kehidupan pribadi dan orang-orang terdekat yang punya dinamika sejenis: berpisah untuk kemudian bertemu lagi dalam kondisi yang jauh lebih baik. Wujudnya bisa beragam, dari mulai geng SMA yang berpisah mencari jalan hidupnya sendiri-sendiri hingga teman-teman kuliah yang ketika lulus dan mencoba menggeluti karir sesuai passionnya. Ada yang tengah berlatih, merintis karisnya di industri perbankan, perusahaan multi nasional, di LSM, Ormas, melanjutkan pendidikannya di jenjang S2, atau memperjuangkan keinginannya menjadi pengusaha besar. Di mana pun mereka berada, setidaknya ada satu kesamaan: berjuang menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Saat merefleksikan pada diri pribadi, hasrat berubah pun muncul. Untuk jadi lebih baik, tentu tidak bisa dilakukan hanya dengan tidur-tiduran, menjebak diri pada rutinitas tidak produktif, bertindak pasif, dan segala macam derivatnya. Berubah adalah usaha keras, seperti tanah liat yang menjadi perabot antik nan cantik. Perlu ditekan-tekan, bahkan dibakar hingga menjadi sesuatu yang lebih berharga. Manusia yang ingin berubah pun harus seperti itu. Tidak boleh alergi dengan usaha keras, dengan rasa sakit, harus melawan rasa malas, harus punya keberanian ekstra untuk keluar dari zona aman yang melenakan, dan mengeksplorasi hal-hal baru. Di sini cukup relevan istilah orang-orang dulu, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. No pain, no gain. Maka ada satu keniscayaan bagi orang yang hendak berubah: hadapi itu semua!

Kembali ke cerita Onepiece di atas, perubahan terkadang meninggalkan bekas luka. Dan itu memang konsekuensi. Luffy jadi lebih kuat dengan bekas luka menganga di dadanya, Zorro jadi lebih kuat dengan mengorbankan sebelah matanya. Dalam konteks hidup sehari-hari, perjuangan membutuhkan pengorbanan. Namun ketika kita telah memperhitungkan bahwa ada manfaat lebih besar yang akan didapatkan dari pengorbanan, pengorbanan itu layak dilakukan. Itulah hidup. Bahkan kita harus membayar Rp 200 untuk membeli permen bukan? You give something, you take something. 

Rosululloh saw pernah berujar dalam sebuah nasehatnya, bahwa orang yang sebenarnya beruntung adalah orang yang melewati waktu dalam kurva yang positif, artinya waktu yang akan datang lebih baik dari waktu sebelumnya. Ya, keberuntungan di mata Rosululloh adalah perubahan menjadi lebih baik. Jika itu titah beliau, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk memanjakan diri, terus berkutat menjadi pribadi yang sama setiap saat. Kita harus jadi lebih baik bukan? Mari berubah!

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?