Demi Bola dan Timnas Indonesia

Ini sekelumit cerita tentang suporter sepakbola. Mungkin fanatisme, mungkin juga nasionalisme...


Sepakbola adalah spirit bangsa. Kiranya tak berlebihan ungkapan seperti itu. Sepakbola memang menyajikan spirit tersendiri. Karena sepakbola, banyak hal yang rela dilakukan oleh manusia, dari mulai perkara paling rasional sampai perkara ‘gila’ yang mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya.
Sabtu, 19 November 2011, adalah tanggal bersejarah bagi Dita dan Budi. Bagaimana tidak, hari itulah sebuah akad mulia terlaksana, janji suci yang mengikat mereka berdua selamanya sebagai pasangan suami isteri. Setelah ijab qobul sah dilakukan pada sore harinya, pesta pernikahanpun diselenggarakan ba’da Isya hari itu juga. Sanak saudara, karib kerabat, dan handai taulan pun diundang, termasuk di dalamnya Mas Robi (sepupu saya yang lebih tua).
Hal unik dari Mas Robi ini adalah kecintaannya pada sepakbola, terlebih jika itu sudah menyangkut timnas Indonesia. Meski beliau pengusaha yang terbilang cukup sukses di dunia transportasi, bisnis itu tidak menghalanginnya dari hobinya. Tidak ada partai kandang timnas, kecuali ia hadir di Gelora menjadi pendukungnya. Bahkan ketika Piala AFF 2010 lalu ia rela pergi ke Stadion Bukit Djalil membawa serta anak-anaknya khusus untuk menonton laga Indonesia vs Malaysia. Intinya, beliau adalah Tiffosi Indonesia sejati.
Tanggal 19 November 2011 ternyata jadi hari istimewa juga bagi Mas Robi. Apa pasal? Karena pada hari inilah digelar laga semifinal Sea Games cabang sepakbola antara Indonesia vs Vietnam, di Gelora. Sebagaimana sebelum sebelumnya, biasanya Mas Robi akan sudah membeli tiket masuk ke Gelora untuk menyaksikan langsung pertandingan itu. Tapi karena memikirkan bahwa pada tanggal yang sama ada pesta dari Bude sendiri yang juga dihadiri oleh keluarga besar, ia pun mengurungkan niatnya itu.
Sesampainya di lokasi pesta, beberapa jam sebelum acara dimulai, hal pertama yang dilakukannya adalah menemui petugas gedung. Ia bertanya apakah di gedung pesta tersebut ada televisi. Petugas gedung menjawab, tidak ada. Hal kedua yang dilakukannya adalah menemui satpam. Mas Robi ini bertanya, apakah ada televisi di pos satpam. Satpam juga menjawab tidak ada. Sedikit frustasi dengan jawaban itu, Mas Robi pun memutar otak mencari cara bagaimana caranya supaya tetap bisa menonton bola. Ia pun mengeluarkan hp canggihnya yang konon bisa merangkap fungsi sebagai televisi. Namun sayang, tampilan layarnya kabur. Ia belum puas. Ia pun mencari ide lainnya...
Pukul 19.20, pesta dimulai. Hadirin datang, memberi selamat pada kedua mempelai, serta menikmati hidangan yang disajikan. Semuanya berlangsung normal dan biasa sebagaimana pesta yang lain pada umumnya. Namun jika salah seorang hadirin berkeinginan ke kamar kecil, mungkin mereka akan sedikit terkejut. Persis di depan lorong toilet, kerumunan orang sedang khusyuk mengarahkan pandangan ke titik yang sama: layar televisi, menyaksikan pertandingan semifinal akbar Indonesia vs Vietnam.
Ya, karumunan di pojokan pesta itu adalah hasil kerja Mas Robi yang susah payah membawa televisi ke gedung acara. Lalu jika sebelumnya petugas gedung dan satpam mengatakan tidak ada TV, lantas itu TV dari mana? Ternyata itu televisi yang diangkut dari rumah salah seorang warga di sekitar sana. Dengan lobi tingkat tinggi yang sudah kerap dilakukannya sebagai bisnisman, ia berhasil memboyong TV plus antenanya ke gedung, tentunya dengan izin pengelola acara. Pojokan lorong di depan toilet dipilih karena tempat itulah yang dinilai paling strategis. Selain ada stop kontak di sana, sinyal antena juga cukup kuat, dan yang paling penting terhalang dari hiruk pikuk pesta. Tak peduli di sebelahnya ada toilet, yang penting bisa nonton bola. Begitulah kira-kira. Maka di tengah walimahan berlangsung, berlangsung pula perhelatan akbar nonton bareng di area yang sama.
Bagi saya, ini adalah salah satu wujud kegilaan sepakbola. Meski ada di kerumunan itu, saya sendiri tak menyangka bisa nonton sepakbola dengan aman dan nyaman di tengah situasi pesta. Jika pada kebanyakan pesta, setelah memberi ucapan selamat pada mempelai biasanya disusul dengan makan-makan, maka kami beda. Setelah memberi selamat pada pasangan pengantin, kami nonton bola. Makan urusan belakangan. Beruntung kami menyaksikan parade perjuangan yang begitu menggairahkan. Anak-anak RD, pasukan garuda muda tampil memukau dan memuaskan. It’s so a beautiful game, hingga akhirnya Indonesia menang 2-0. Happy ending for Indonesians.
Thanks to Mas Robi. Leadershipnya mampu membawa perbedaan. Think out of the box, mantra man jadda wa jada, work of passion, adalah teori-teori yang kerap saya terima di ranah teoritis, dan kini mewujud dalam aksi nyata, meski dalam bentuk yang paling sederhana... demi sepakbola dan timnas Indonesia
^_^

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?