Ruang Kuliah Itu Kusebut Meja Makan

Ada suasana berbeda setiap kali saya menghabiskan sesuap demi sesuap nasi di meja makan ini. Ba'da Isya, setelah segala kewajiban tertunaikan, sesaat ketika rasa lelah hendak dicairkan, di sini lah saya beradu pandang. Di meja makan ini.

Saya beruntung, bisa menggantikan peran adik terkecil saya menemani orangtua selepas ia pergi merantau untuk kuliah. Bapak dan Ibuk jadi tak kesepian di rumah. Maka momen-momen berharga ketika saya kecil pun terulang kembali. Kuliah di meja makan. Saya menjadi siswanya, sedangkan Ibuk atau Bapak yang jadi pengajarnya.


Di meja makan ini lah kami sering bercengkrama, bercerita, mendengar nasehat, diskusi, bahkan tak jarang berdebat tentang sebuah persoalan. Masih teringat jelas ketika dulu saya dan Ibuk pernah bertengkar membahas poligami. Maklum, sesosok Da'i muda yang dulu dikagumi Ibuk berubah haluan, menggaet isteri tambahan. Saya setuju-setuju saja, tapi Ibuk tidak. Mulai lah beragam alasan dikemukakan. Argumen sana sini dibermunculan. Dalil-dalil pun bermain peran. hehe. Seru juga saat itu. Tapi sepanas apa pun kami berdebat, saya sebagai anak ternyata harus selalu mengaku kalah. 

Setiap kali kuliah dimulai di meja makan, selalu saja ada inspirasi yang datang. Ada pengalaman hidup yang diajarkan, ada kebijaksanaan dan kearifan yang ditularkan. Saya, yang memang sedang belajar menjadi orangtua dari cucu-cucu Ibuk dan Bapak saya ini lagi butuh-butuhnya nasehat dan ilmu. Kadang setinggi apa pun pendidikan kita di dunia akademis, selalu ada hikmah yang luput ditangkap hingga kedua orangtua kita memberikan petuahnya. Cengkrama di meja inilah tempat terbaik bagi saya untuk curhat atau meminta nasehat, bertanya ini itu tanpa sungkan, mirip sesi qodhoyah di pengajian. Bedanya curhat di sini ini lebih dahsyat efeknya. 

Bapak pun pernah berpesan pada saya, bahwa kalau lah saya nanti jadi orangtua, tinggalkan kebiasaan makan malam di depan laptop, playstation, televisi, atau di depan buku. Bapak sebenernya tahu, saya termasuk orang yang suka multitasking begitu. Tapi beliau bilang, makan malam di meja makan sama keluarga itu efeknya dahsyat. Di momen-momen seperti inilah kebersamaan keluarga dirangkai hari demi hari. Pertanyaannya, kenapa harus meja makan? jawabnya karena pada saat makan lah semuanya bisa konsen meninggalkan kesibukannya. Jadi ayah, ibu, dan anak pun bisa leluasa dengan khusyu bercengkrama.

Entah sampai kapan saya bisa tetap menemani orangtua. Semoga momen kuliah di meja makan yang selalu terasa singkat ini, bisa terus terjaga dan tetap menjadi sarana bagi saya untuk menunjukkan cinta di hadapan mereka. Semoga :-)

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?