Jaket Lecek


Kupandangi jaket yang tergantung di cantolan kamar. Warna hitamnya sudah mulai pudar dan tampak sedikit lusuh. Mungin karena terlalu sering terpapar matahari, polusi jalanan, serta dipakai berbasah-basahan dengan hujan Kota Bogor. Bagian kantung sampingnya sudah sedikit robek. Bagian kerahnya sudah lemir. Serat kain di sisi dalamnya sudah banyak terangkat. Mungkin karena terlalu banyak terkena keringat dari kulitku. But anyway, di mataku jaket itu masih kelihatan gagah. Atau setidaknya masih memberikan kesan gagah bagi pemakainya (aku) yang (kata orang) memang sudah gagah (hehehe). Itulah jaket yang seringkali menemaniku saat kuliah dan mencari nafkah. Itulah jaket yang melindungiku dari dinginnya udara dinihari Ketapang-Gilimanuk. Itulah jaket yang menjadi sahabatku saat berpetualang menyusuri Bogor-Manggarai-PuloGadung-Tangerang-Cibinong untuk mencari harta karun bernama ‘data penelitian’. Jaket itu pula yang hadir menjadi saksi saat aku disidang dan (akkhirnya) dinyatakan lulus. Itulah jaket yang di punggungnya tertulis, “Agroindustry, Brings Agriculture into Perfection”.

Faktanya, jaket hanyalah benda mati. Tapi apa yang sudah kujalani bersama jaket itu membuatku tidak bisa berpikir bahwa ia cuma sekedar barang. Ada banyak kesan yang terproyeksi kembali dalam ingatan saat aku melihatnya ^^. Kesan yang mengakar kuat, dan akhirnya dirasa sangat indah karena wujud akhirnya tak ubahnya hasil metamorfosa dari sebuah kesulitan dan kegundahan menjadi sebuah kebahagiaan yang terakumulasi. Bila jaket itu punya telinga, aku akan berkata, “aku mencintaimu karena Alloh”...(Oo......so sweeeeet, :-p)à lebay banget yak ^^
Benar kata Pak Egum, saat beliau memberikan petuahnya secara spontan padaku, “Indahnya sebuah keberhasilan itu baru bisa benar-benar dirasakan saat kita pernah gagal”. Shodaqta ya abii Egum. Alhamdulillah ya Alloh, engkau menyempatkan hamba untuk menerima pengalaman berharga sebelum keluar kampus. Pengalaman yang benar-benar empowering dan mentarbiyah diri hamba.
Jaket itu memang lecek, tapi kelecekan itulah saksi perjuanganku. Ku berharap ia masih bersedia menemaniku di kancah perjuangan selanjutnya. Memandang jaket itu membuatku bersyukur, kemudian merenung. Merenung bahwa impianku mengubah dunia masih panjang. Merenung bahwa this is not the end. This is to be continued...

Comments

  1. sungguh beruntung si jaket...menikmati inddahnya perjuangan dalam naungan cinta kepada Allah...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?