Berbanggalah dengan Tim Nasional Kita

Bicara tentang dakwah kampus hari ini sudah tak lagi menjadi minat. Mungkin sudah karena bosa atau jenuh dengan segala macam derivatnya. Mungkin juga karena sudah merasa cukup dewasa sehingga urusan "latihan" seperti itu bukan lagi persoalan. Atau juga mungkin karena mihwar yang sudah bergeser. Apapun itu, semoga saja ini tidak mengurangi kecintaan kepada perjuangan dakwah yang sebenarnya. Dakwah yang tak mengusung nama parlemen, kampus, siyasi, fardhiyah, atau yang lainnya. Cukup dakwah saja.

Begitu lama blog ini terbengkalai, hingga akhirnya menemukan kembali momennya saat akhir Piala AFF tahun ini. Ya, seperti yang sudah dimaklumi hampir semua pembaca, Indonesia untuk yang keempat kalinya gagal membawa Piala AFF setelah sampai ke final. Mirip seperti rekam jejak Belanda yang berulang kali mencapai babak final Piala Dunia tanpa pernah menjadi pemenang. Semoga itu bukan karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda. Hehehehe.

Sepakbola tanah air memang menyajikan begitu banyak keindahan dalam ajang bergengsi se-Asia Tenggara kali ini. Tujuh pertandingan dengan 6 kali kemenangan dan 1 kali kalah membuat catatan tersendiri sebegai tim dengan konsistensi performa paling baik. Itu membanggakan. Setidaknya itu mengisyaratkan adanya peningkatan yang cukup terasa dalam kinerja tim nasional. Meskipun pada akhirnya tak ada gelar yang diperoleh, perjuangan demi perjuangan, mental juara, semangat pantang menyerah, begitupula kerja sama tim yang solid yanga ditunjukkan memberikan keindahan tersendiri bagi orang-orang awam seperti saya ketika menyaksikannya. Subhanalloh. Terima kasih tim nasional. Kalian memberikan begitu banyak inspirasi. Sebagaimana kata BP dalam salah satu tulisannya, bahwa mereka memang bukanlah tim yang pasti selalu memenangkan pertandingan, tapi mereka adalah anak bangsa yang akan selalu memberikan perjuangan terbaik untuk bangsa yang mereka cintai.

Tim nasional sudah memberikan apa yang mereka bisa. Bila ditarik kembali ke diri kita, apa yang sudah kita perbuat untuk bangsa ini? untuk masyarakat? bila masih bingung menjawabnya, laiklah kita membeli cermin di pasar kemudian melihat sosok diri kita di depan cermin itu. Siapa tahu kita kan temukan jawabannya. Jawaban yang akan memberikan arti, mungkin suatu saat nanti, di masa depan. Ntah kapan...

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?