Serigala dalam Hati

Seorang kepala suku Indian Cherokee suatu saat sedang mengajarkan sesuatu pada cucunya tentang makna kehidupan. 

"Cucuku, di dalam diri kakek sedang berlangsung sebuah perkelahian. Ini adalah perkelahian sengit antara dua serigala. Serigala yang pertama jahat, - dia adalah rasa marah, sikap iri hati, keputusasaan, penderitaan, rasa malas, sikap pamrih, arogan, egois, kesombongan, dan ketidakjujuran. Serigala yang satunya lagi baik, - dia adalah kebahagiaan, kedamaian, cinta, harapan, ketulusan, kerendahhatian, kejujuran, empati, kebajikan, kedermawanan, dan keyakinan. Perkelahian yang sama juga sedang terjadi di diri kalian dan juga di diri orang lain."

Cucu sang kepala suku merenung sejenak memikirkan petuah kakeknya. Kemudian ia dengan polos bertanya, "Kakek, lalu serigala yang mana yang menang?"


Sambil tersenyum sang kakek menjawab dengan singkat, "Yang kau beri makan"
----------------------------

Ini cerita klasik yang saya dapatkan sejak lama, tapi masih saja berkesan sampai sekarang. Secara indah kisah ini bertutur dengan gaya khas suku Indian tetang dua potensi yang sesungguhnya ada pada setiap manusia, yang bertarung setiap saat, yakni potensi untuk fujur dan takwa. 

Kalau ada orang yang mengatakan, "Seseorang ditakdirkan baik", saya anggap pernyataan ini benar. Pun, saat ada orang yang mengatakan, "Seseorang ditakdirkan buruk", saya juga menganggap pernyataan ini benar. Saya berkesimpulan, bahwa setiap orang sesungguhnya ditakdirkan untuk baik dan buruk secara bersamaan. Tinggal kemudian manusia itu sendiri yang memilih, ia ingin berkembang dengan potensi yang mana? 

Pilihan kita tentunya akan sejalan dengan perilaku keseharian kita. Pada dasarnya semua potensi yang dipelihara akan tumbuh membesar dan mengungguli potensi lain yang tidak dipelihara. Itu sebabnya membiasakan diri dengan pergaulan dan lingkungan tertentu menjadi membuat kita akrab dengan perilaku yang jamak di sana. 

Saat kita membiasakan diri dengan gaya hidup hedonis yang ditampilkan sebagian pihak di televisi, ke sanalah jiwa kita akan mengarah. Ketika kita mengakrabkan diri dengan perspektif hidup ekstrim, ke sanalah hati kita akan berakar. Dan itu pun berlaku sebaliknya.

Maka alangkah indahnya jika kita menyimak pesan Alloh ini:
Beruntunglah mereka yang menyucikan jiwa itu dan merugilah mereka yang mengotorinya...

Sekali lagi, hendak kemana hati dan jiwa kita ini kita bawa? 

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?