Kilang Pertama

Pompa sumur minyak terus beroperasi siang-malam (sumber foto: di sini)

Tahun 1859, dunia memasuki era baru. Waktu itu Edwin L. Drake berhasil mengebor sumur minyak bumi untuk pertama kalinya di Titusville, Pennsylvania. Berita itu menyebar cepat hingga ke Hindia Belanda, dan 12 tahun kemudian Jan Reerink mencoba peruntungannya mencari sumur lainnya di tanah Jawa. Cibodas, Tangat, Maja, Majalengka, sampai Cirebon pernah ditelusurinya untuk mencari si 'emas hitam'. Tapi nampaknya nasibnya belum mujur.

Satu dasawarsa kemudian di sebrang lautan, di daerah Langkat, Sumut, Aeliko Janszoon Zeijlker, seorang administratur perkebunan tembakau, kebetulan sedang berteduh dari guyuran hujan di sebuah gubuk. Berhubung hari makin gelap, seorang mandor yang menemaninya menyulut obor untuk penerang malam. Obor ini lain: lebih benderang.

Sang mandor rupanya membasahi ujung obornya dengan cairan di belakang gubuk. Terdorong rasa ingin tahu, Zeijliker mengambil cairan itu. Terkaannya, cairan itu adalah minyak bumi. Ternyata benar. Singkat cerita, Zeijliker mengumpulkan modal buat mengebor sebidang lahan di Telaga Said. Lewat berbagai upaya, tahun 1885 terlahir sumur baru yang menyemburkan gas dan minyak. Inilah sumur Telaga Tunggal 1 yang disebut-sebut sebagai sumber minyak komersial pertama. Temuan ini berefek domino: ditemukannya sumur-sumur minyak produktif lain di Telaga Said.

Berbekal prospek cerah itu, Zeijliker mendirikan De Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company di kampung asalnya, Den Haag, Belanda. Namun administrasinya berpusat di Pangkalan Brandan, tak jauh dari sumur-sumur minyak itu. Perusahaan ini nantinya menjadi bagian tak terpisahkan dari perusahaan yang kita kenal sekarang sebagai 'Shell'. Untuk mengolah minyak mentah jadi bahan bakar dan pelumas, dibangunlah kilang di Pangkalan Brandan. Kelak, kilang ini dikenang sebagai kilang pertama di Indonesia, dan kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.

Tahun 2006 lalu, kilang Pangkalan Brandan ditutup. Lantaran produksinya tak lagi ekonomis.

(Disadur dari "Kisah Minyak dan Pelestarian Alam Sumatra", sisipan National Geographic Indonesia, Juli 2014)

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?