Dua Sisi

Pada suatu hari saya bertanya pada teman-teman di laman facebook saya. Kira-kira kalau kita menggunakan fasilitas wifi kantor untuk hal-hal yang tak terkait langsung dengan pekerjaan kita, apakah bisa digolongkan perbuatan koruptif? Pertanyaan itu kemudian mendapat respon dari beberapa rekan dengan jawaban yang beragam. Tapi kalau disarikan, setidaknya ada 3 jawaban yang mengemuka. Pertama, yang menjawab bahwa perbuatan itu tergolong koruptif sehingga tak boleh dilakukan. Kedua, yang menjawab bahwa perbuatan itu bukan tergolong koruptif sehingga tidak apa-apa dilakukan. Ketiga, yang menjawab bahwa boleh tidaknya ditentukan dengan aturan, kalau aturannya melarang artinya tidak boleh dan kalau aturannya tidak melarang maka boleh.

Niat saya mengajukan pertanyaan semacam itu sebenarnya hanya untuk mendengar pandangan orang-orang sekaligus untuk menunjukkan bahwa hampir segala hal selalu punya dua sisi. Atau lebih. Ada yang pro dan ada yang kontra, dan kadang ada juga yang netral-netral saja. Untuk golongan yang ketiga ini saya sebut mereka golongan alternatif. Dalam pandangan saya, perbedaan pandangan tersebut tidak selalu berarti suatu pihak lebih baik ketimbang yang lain. Ini hanya soal perspektif. Dalam case pertanyaan saya tadi, saya mengenal secara personal orang-orang yang merespon pertanyaan saya, dan sejauh yang saya tahu semuanya orang-orang yang baik.

Bagi golongan yang kontra menggunakan fasilitas wifi untuk urusan di luar kantor, mereka mungkin berargumen bahwa fasilitas itu diperuntukkan dari awal untuk tujuan pekerjaan. Ada amanah bahwa wifi itu harus digunakan sesuai dengan peruntukannya, dan menggunakan di luar peruntukannya adalah wujud kezaliman. Zalim sama kantor karena harus bayar lebih untuk sesuatu yang sebenarnya bukan urusannya.

Bagi golongan yang pro menggunakan fasilitas wifi untuk urusan di luar kantor, mereka mungkin berargumen dengan memperluas makna dari kerja itu sendiri. Bahwa urusan kerja bukan hanya berarti melakukan tugas dan fungsi, tapi juga segala perangkat yang mendukungnya. Kalau dengan menggunakan fasilitas wifi itu kita bisa merefresh kembali pikiran, menjadi sarana untuk mengurai rasa bosan dan tekanan pekerjaan, atau simply untuk pengembangan diri dalam jangka panjang, maka sebenarnya dia bisa digolongkan mendukung pekerjaan. Itu sebabnya mengapa dalam kantor-kantor modern, kantornya Bukalapak misalnya, di sana memang disediakan fasilitas entertain buat pegawai seperti playstation, meja pingpong, dst.

Bagi golongan alternatif, mereka mungkin berupaya melihat persoalan dari multi perspektif. Soal apa alasannya, apa tujuannya, bagaimana case di sini, bagaimana case di situ, dan seterusnya, kemudian berupaya memformulasikan kata kunci tertentu. Dalam hal ini: aturan. Intinya sebenarnya aturan. jadi kalau aturannya melarang, ya jangan dilakukan. Selama aturan tidak melarang, artinya boleh.

Di sini saya tidak dalam posisi membenarkan atau menyalahkan yang mana. Silakan saja mau setuju yang mana. Saya pribadi lebih cenderung ke golongan yang pro, dengan catatan: penggunaannya memang bermanfaat dan tidak dilakukan berlebihan. Jangan sampai facebookan jadi lebih panjang ketimbang kerjanya, itupun buat ngegosip atau ngobrolin hal-hal yang gak edukatif.

Sebagai akhir dari tulisan ini, saya mau menyampaikan kembali bahwa hampir segala hal selalu punya dua sisi. Atau lebih. Dan upaya kita mendekati kebenaran adalah dengan bersedia memandang persoalan dari berbagai sudut pandang sebanyak mungkin. Tak ubahnya piramida. Dia dibilang segitiga kalau cuma dilihat dari samping. Dia jadi persegi kalau cuma dilihat dari atas. Tapi saat kita melihatnya dari atas dan dari samping, kita akan sadar bahwa wujudnya sebenarnya sebuah bangung ruang limas segi empat.

Wallohua'lam

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?