Posts

Showing posts from 2017

Catatan Cinta dari Makkah [Resensi]

Image
Alhamdulillah pekan lalu Alloh berikan saya kesempatan menamatkan buku ini. Buku ini saya pinjam dari seorang teman dan berdasarkan endorse dari beliau, katanya sih bagus. Secara ringkas ini adalah buku tausiyah. Jadi kalau kita sering liat temen yang biasa posting status tausiyah rada panjang di fb, nah kita akan menemukan hal yang kurang lebih sama di buku ini. Karena memang buku ini adalah kompilasi dari postingan-postingan status fb penulisnya. Tapi kata orang-orang tua dulu, lain lubuk lain ikannya. Lain penulis, lain pula cara penyampaian tausiyahnya. Cara Mas Awy (penulisnya) menyampaikan tausiyah adalah dengan menceritakan sekelumit fragmen pengalaman hidup dirinya dan orang-orang di sekelilingnya, untuk kemudian diambil ibroh atau pelajaran darinya. Simpel, tapi cukup efektif mengena, karena kisah itu memberikan konteks sehingga pesan yang disampaikan terasa dekat dengan kehidupan kita. Terlebih tausiyahnya disampaikan dengan santai. Kisahnya juga beragam, dari y

Gang Leader for a Day [Resensi]

Image
Alhamdulillah pekan ini Alloh berikan kesempatan saya menamatkan buku yang jadi salah satu rekomendasi om Mark Zuckerberg. Masuk sebagai salah satu New York Times best seller, dan terbit sudah cukup lama tahun 2008, buku ini bercerita tentang pengalaman Sudhir Venkatesh (si penulis sendiri), seorang mahasiswa sosiologi University of Chicago, saat ia masuk dan berinteraksi dengan komunitas masyarakat kulit hitam di Robert Taylor Housing Project.   Robert Taylor Housing Project, yang kemudian diistilahkan dengan “project” dalam buku ini, adalah program pemerintah negara bagian Chicago yang menyediakan hunian bagi masyarakat miskin kulit hitam yang dikemas bersama dengan program subsidi dan bantuan-bantuan sosial lainnya. Hanya saja, karena kondisi sosiokultural saat itu yang masih kental nuansa rasismenya, proyek ini lebih mirip “ghetto” ketimbang public housing. Lokasinya terpencil dan terpisah secara geografis dari pemukiman kulit putih, sarana publiknya pas-pasa

Review Thor: Ragnarok

Image
Dari semua karakter hero Marvel yang pernah muncul di film, Thor sebenarnya bukan karakter yang cukup menarik buat saya. Karena gak cukup menarik, saya tak pernah nonton film Thor di bioskop. Pengecualian untuk Thor: Ragnarok ini. Alasan saya nonton sebenarnya hanya karena penasaran saja. Pertama, banyak reviewer yang bilang film ini istimewa. Temen saya pas ditanya gimana responnya sama film ini dia juga bilang bagus. Kedua, dari judulnya, saya bertanya-tanya bagaimana peristiwa Ragnarok, sebagai salah satu peristiwa epic dalam mitologi orang Nordik, digambarkan dalam sebuah film superhero. Itu saja. Helmnya si Hulk (sumber: IGN ) Setelah saya nonton, penilaian saya film ini standard aja sebenarnya. Di bawah ekspektasi malah, meski gak bisa dibilang jelek juga. Betul bahwa kualitas gambar, suara dan acting pemainnya bisa diacungi jempol lah. Aspek humornya pun banyak dan bikin film ini cukup menyenangkan buat ditonton. Tapi kalau bagi saya pribadi, dua aspek itu bukan ha

Teknik Membaca Cepat

Saya cukup terkesan ketika seorang teman bercerita ia sanggup mereview 41 buku hanya dalam waktu 6 bulan. Itu artinya dalam 1 bulan dia menghabiskan kurang lebih 6-7 buku, atau dengan kata lain sebuah buku bisa dia selesaikan dalam waktu kurang dari 1 pekan. Dan itu dia lakukan tidak dalam kondisi menganggur. Teman saya ini adalah karyawan di sebuah lembaga dan salah seorang dosen yang juga punya aktivitas keseharian yang banyak. Ia mengaku pembacaan dan review buku itu semua bisa dilakukan tanpa mengubah rutinitas kesehariannya. Apa rahasianya? Ternyata teknik membaca cepat. Materi tentang teknik membaca cepat memang bukan sesuatu hal yang baru. Beberapa tahun lalu sempat marak beredar buku yang membahas tentang itu di toko-toko buku. Trainingnya juga ada. Hanya saja selama ini saya termasuk yang skeptis dengan itu. Apa iya teknik membaca cepat ini serius dan efektif? Apa iya teknik membaca cepat ini bisa membantu kita membaca dengan pemahaman yang baik? Atau sekedar teknik self

Bagaimana Cara Menumbuhkan Minat Baca?

Sudah jamak pemahaman di masyarakat kalau membaca buku itu berdampak positif bagi kehidupan. Ada banyak sekali ungkapan yang menggambarkan itu. Buku adalah jendela dunia, buku adalah teman terbaik dalam perjalanan, buku adalah pengikat ilmu, buku adalah gerbang kita mewariskan peradaban, dan seterusnya. Tapi mengapa ada sebagian orang yang gemar membaca buku sementara sebagian orang lagi tidak? Beberapa waktu lalu saya melihat vlognya Pandji Pragiwaksono yang membahas tentang kebiasaan membaca buku. Link-nya ini . Vlog itu sendiri dilatarbelakangi keinginannya untuk menjawab pertanyaan yang seringkali disampaikan mengenai bagaimana caranya menumbuhkan minat baca. Pertanyaan semacam ini menurut saya mengisyaratkan bahwa banyak orang yang sebenarnya ingin membaca, tapi ketika membaca mungkin dia mudah bosan, mengantuk, malas dan sebagainya. Akhirnya buku dia tinggalkan.  Menurut Pandji, alasan kenapa seseorang berminat membaca buku adalah karena dia berminat dengan apa yang ter

Why Nations Fail [Resensi]

Image
Alhamdulillah akhirnya buku ini selesai juga. Awalnya beli karena tertarik dia dibilang salah satu New York Times dan Wallstreet Journal Best Seller. Sekilas dibaca halaman belakangnya sepertinya menarik, dan setelah baca isinya ternyata memang beneran menarik. Buku setebal 529 halaman ini bercerita tentang alasan mengapa ada negara yang sukses menjadi sejahtera, tapi di sisi lain ada Negara yang masih berkubang dengan kemiskinan. Mengapa ada Negara yang berhasil menegakkan civil order dan melayani warganya dengan baik, tapi di sisi lain ada pula Negara yang di dalamnya chaos dan berkecamuk perang saudara. Why Nations Fail? Jawaban singkatnya karena sifat institusi politik dan ekonomi di Negara tersebut yang ekstraktif. Institusi yang ekstraktif dicirikan dengan lingkup kekuasannya yang hanya accessible bagi segelintir elit atau orang, sehingga partisipasi publik sangat minimal untuk mengontrol atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan d

Tentang Stigma

Dari dulu saya termasuk yang tidak setuju penyematan stigma tertentu kepada orang-orang. Cebong lah, wahabi lah, kaum bumi datar lah, hedon lah, dan lain sebagainya. Alasannya ada tiga. Pertama, karena stigma biasanya dipakai cuma untuk menunjukkan bahwa "mereka bukan kita" dan itu membuat kita tidak objektif memandang persoalan. Saat ada satu isu yang direspon oleh pihak yang kita beri stigma, di kita langsung muncul prasangka. Kedua, karena stigma tak jarang berujung pada generalisasi yang tidak benar. Kadang tidak jelas indikatornya kenapa seseorang diberi sebutan tertentu. Mengkritik Pemerintah dianggap belum move on, bahas pelanggaran HAM era Orba dianggap dukung PKI, celana cingkrang dibilang wahabi. Ini juga bikin kemampuan kita mencerna persoalan secara jernih jadi berkurang. Ketiga, dan ini yang paling penting menurut saya, karena stigma bisa membuat seseorang jadi benar-benar menjadi apa yang distigmakan. Orang yang sering dapet stigma li

Ini Soal Empati Sebenarnya

Urus aja urusan negerimu sendiri, gak usah urus urusan negeri orang lain ---- Sering ya baca komentar begitu. Rasanya getir-getir pedas. Biasanya dia muncul kalau ada isu-isu tentang Palestina. Sekarang dia muncul lagi saat ada isu tentang Rohingya. Saya yakin komentar itu muncul dari rasa sinis saja, bukan dari kecintaan yang menggebu-gebu pada negerinya (seperti orang kasmaran yang gak mau perhatian pada kekasihnya dibagi dua). Dan saya juga yakin yang komentar sebenarnya j uga gak konsisten-konsisten amat dengan logika argumennya. Terbukti, dia sendiri lebih memilih mengomentari statemen orang lain ketimbang mengurus mulut atau jarinya sendiri. Kalau mau diseriusin, komentar senada itu sebenernya mudah dibantah. Dari mulai jawaban ngeyel semisal, "Mulut-mulutku, ya sukak-sukak ku lah", sampe yang argumentatif semisal "mengurus urusan negara lain tak otomatis mengabaikan urusan negara sendiri, Neng". Atau "Kekerasan di sana akan bera

Antara Kafir dan Ateis

Dulu saya pernah punya pemahaman kalau non-muslim yang beragama dan ateis itu keduanya serupa. Sama-sama kafir dalam pandangan Islam. Oleh karena itu Hindu, Budha, Kristen, Yahudi, Zoroaster, Shinto, sampai Ateis layak diperlakukan sama. Tapi sekarang pemahaman saya agak sedikit berubah. Dalam ranah perlakuan antar sesama manusia, eksistensi mereka harus tetap diakui. Tapi dalam ranah perlakuan ideologis, ateis dan non-muslim yang beragama tak bisa lagi diperlakukan sama. Ini soal standar perilaku dalam bermuamalah. Kafir yang "beragama" setidaknya masih punya irisan kesamaan dalam hal apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dengan ajaran Islam. Tidak boleh mencuri, tidak boleh berzina, tidak boleh mabuk-mabukan, berjudi, dan seterusnya. Kalau kafirnya tak beragama, standar moral mana yang bisa dijadikan acuan? Semuanya akan serba relatif bagi mereka. Zina bisa dianggap boleh-boleh saja. Maka saat kaum muslimin memperjuangkan agar tindakan zina diberikan sanksi hukum, m

Dua Sisi

Pada suatu hari saya bertanya pada teman-teman di laman facebook saya. Kira-kira kalau kita menggunakan fasilitas wifi kantor untuk hal-hal yang tak terkait langsung dengan pekerjaan kita, apakah bisa digolongkan perbuatan koruptif? Pertanyaan itu kemudian mendapat respon dari beberapa rekan dengan jawaban yang beragam. Tapi kalau disarikan, setidaknya ada 3 jawaban yang mengemuka. Pertama, yang menjawab bahwa perbuatan itu tergolong koruptif sehingga tak boleh dilakukan. Kedua, yang menjawab bahwa perbuatan itu bukan tergolong koruptif sehingga tidak apa-apa dilakukan. Ketiga, yang menjawab bahwa boleh tidaknya ditentukan dengan aturan, kalau aturannya melarang artinya tidak boleh dan kalau aturannya tidak melarang maka boleh. Niat saya mengajukan pertanyaan semacam itu sebenarnya hanya untuk mendengar pandangan orang-orang sekaligus untuk menunjukkan bahwa hampir segala hal selalu punya dua sisi. Atau lebih. Ada yang pro dan ada yang kontra, dan kadang ada juga yang netral-netr

Konspirasi di Timteng

Saya bukan penggemar teori konspirasi. Tapi kalaupun ada teori konspirasi yang masuk di akal saya, maka itu adalah konspirasi pihak-pihak tertentu dalam menciptakan social unrest di Timur Tengah. Social unrest di Timur Tengah sudah jamak kita dengar. Sejak kejadian WTC tahun 2001 dulu, satu demi satu wilayah Timur Tengah porak-poranda. Berawal dari upaya AS dan sekutu-sekutunya menggebuk Irak dengan dalih mencari senjata pemusnah massal, sampai akhirnya muncul Arab Spring yang menggoyang Tunisia, Mesir, Libya dan Suriah. Tak berhenti di situ. Yaman kena invasi Saudi, dan kini Qatar juga kena embargo yang lagi-lagi digawangi Saudi. Bukan bermaksud ingin menjelekkan Saudi, tapi di tengah segala jasanya, saya harus objektif bahwa tindakan Saudi mengembargo Qatar adalah tindakan yang membawa kawasan ini mundur ke belakang.  Kembali ke topik. Kenapa saya berpikir ini semua konspirasi? Karena gejalanya konstan, melibatkan region yang captive yang sulit dijumpai di region lain, d

Belajar dari Anime Jepang

Image
Saya termasuk penyuka anime-anime Jepang. Mungkin karena waktu masih kecil dulu sudah akrab dengan kartun-kartun itu tiap Ahad pagi. Dan makin kesini saya makin tahu kalau anime itu bukan semata-mata tontonan untuk anak-anak. Anime adalah ekspresi budayanya orang Jepang, wadah mereka menyalurkan ide, dan cara mereka memotret realitas dengan kreatif. Itu mungkin sebabnya kenapa anime punya banyak genre. Dan jujur, dari semua anime Jepang yang ada, "tontonan anak-anak" hanya sebagian kecilnya saja. Sebagian besar anime menurut saya malah justru sasarannya untuk orang dewasa. Istilah "untuk orang dewasa" di sini tidak selalu merujuk ke hal-hal yang berbau porno, tetapi lebih ke suguhannya yang memang dirasa lebih pantas untuk orang dewasa, semisal karena ada adegan-adegan yang gruesome dan berdarah-darah, atau karena alur ceritanya yang rumit yang susah dipahami anak-anak, atau karena adanya bumbu-bumbu politik dan konflik. Dari kegemaran menonton anime ini, a

Tips Mengelola Pengeluaran

Image
Menikmati Suasana Pagi - “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) kamu terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Al Isra: 29-30)

Ramadhan: Rehat Sejenak dari Facebook

Image
Lorong di Hotel Mercure Bandung Bulan Ramadhan tahun ini adalah saatnya buat saya untuk rehat sejenak dari lini masa facebook. Sebagai pengguna setia facebook sejak tahun 2009, saya jadi mafhum akhir-akhir ini lini masa fb agaknya berubah corak dari sebelumnya berupa wadah untuk silaturrahim dan nostalgia plus tukar informasi menjadi kontes debat dan adu pemikiran. Gak terlalu masalah sih sebenernya kalau cuma itu. Yang jadi masalah kalau debat dan diskusinya itu diiringi juga dengan bullying, provokasi (termasuk di dalamnya pekabaran hoax) dan aktivitas lainnya yang bikin hati keruh. Sebenarnya masih banyak juga sih teman-teman yang stay positif ngeshare info-info bermanfaat, share guyonan berkualitas, posting tausiyah, atau sekedar berbagi kebahagiaan. Tapi karena time line itu nyampur isinya, ya kadang pas ngeliat fb lama-lama hati jadi panas juga. Pengen nimbrung debat, pengen klarifikasi info-info yang miss dan disalahpahami dan seterusnya. Tapi saya sadar konsekuens

Rute Alternatif

Image
Sebagai orang yang berdomisili di Bogor dan berkantor di bilangan Gatot Subroto Jakarta, saya termasuk salah satu korban proyek pembanguan fly over Pancoran dan jalur lintasan LRT. Penyempitan jalan akibat proyek membuat bottleneck di simpang lampu merah Pancoran dan akhirnya menyebabkan perjalanan jadi macet. Ini seperti deja vu pembangunan fly over simpang Kuningan Barat dulu, dengan intensitas yang mungkin 1,5 kali lebih parah. Busway pun tak luput menjadi korban. Separator yang tadinya memberi eksklusivitas moda transportasi ini, dicabut demi mengkompensasi penyempitan jalan tadi. Praktis waktu tempuh di waktu-waktu ramai bisa jauh lebih panjang. Kalau biasanya dari St. Cawang ke Tegal Parang naik Transjakarta (TJ) saya cuma butuh waktu sekitar 20-25 menit, kini bisa 1,5 jam. Itu artinya terlambat sampai kantor, dan tunjangan kinerja (tunkin) saya pun jadi dipotong. Haha. Tapi kata orang hidup adalah pilihan, baik pilihan yang terhidang di depan mata, maupun pilihan yan

Langkun - Melangkah dengan Tekun

Image
Once upon a time in Cawang Station Sudah sekitar 30 hari belakangan ini saya mengikuti beberapa akun instagram bergenre fitness dan bodybulding. Fitness dan bodybuilding yang laki-laki tentu saja. Tujuannya buat memotivasi diri untuk terus tetap merutinkan exercise di rumah. Karena menurut saya exercise itu penting. Exercise adalah salah satu upaya untuk menjaga kesehatan. Dan menjaga kesehatan adalah salah satu cara mensyukuri nikmat sehat itu sendiri. Selain itu, qowiyyul jism, atau tubuh yang kuat,  bahkan jadi satu dari 10 muwashofat da'i yang diajarkan Hasan Al Banna. Dengan tubuh yang kuat, segala ibadah akan lebih mudah dilakukan. Rosululloh dan para sahabat beliau dulu juga sosok-sosok yang kuat. Dan soal bodybuilding, saya pernah baca ada yang menyebutkan riwayat bahwa isteri Rosululloh saw menyatakan bahwa perut Rosululloh itu seperti batu-batu yang tersusun. Wallohua'lam. Saya belum sempat cek dan telaah lebih dalam soal riwayat itu. Cmiiw. Tapi sesungg

Economics in One Lesson [Review]

Image
Alhamdulillah, Alloh kasih saya kesempatan mengkhatamkan ini. Awalnya beli karena penasaran aja isinya, coz di beberapa forum dianggap salah satu "legend" buku populer di bidang ekonomi. Ditulis Tahun 1946, dan edisi yang saya pegang ini versi terbitan tahun 1978 dengan penambahan epilog dan update konteks.  One lesson yang digadang di buku ini adalah lesson untuk mempertimbangkan implikasi dari setiap kebijakan ekonomi, tidak terbatas pada yang langsung-langsung saja, tapi juga pada yang tidak langsung. Tidak terbatas pada kelompok atau komunitas tertentu saja, tapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Pun tidak terbatas pada horison waktu yang pendek, tapi juga horison waktu yang sangat panjang. Itu lessonnya. Sederhana dan terlihat klise bukan? Dan saya kira kita semua juga bakal setuju. Tapi ketika kita baca elaborasinya, ceritanya bisa jadi lain.  Sekedar contoh, penulis menganggap kebijakan penetapan UMR justru menurunkan kesejahteraan pe

Fullmetal Alchemist Brotherhood [Review]

Image
Ada tiga kategori tayangan menurut saya. Tayangan jelek, tayangun bagus, dan tayangan bagus yang layak direkomendasikan. Tak semua tayangan bagus itu recommended, karena bisa jadi ada hal-hal terkait norma yang gak pas ketika dikonsumsi masyarakat umum, atau simply karena bisa jadi hal bagus menurut kita malah disalahpahami oleh orang lain. Nah, anime Fullmetal Alchemist ini menurut saya masuk ke kategori tayangan ketiga. Bagus sekaligus recommended. Gak salah memang kalau di myanimelist dia termasuk top 10 anime dengan rating tertinggi.  Ceritanya berkisar tentang petualangan dua orang abang beradik, Edward Elric dan Alphonse Elric yang berjuang untuk mengembalikan anggota tubuh mereka yang hilang seusai melakukan aktivitas alchemist yang tabu. Dalam petualangan itu, mereka ternyata menemukan hal tak terduga yang bisa mengancam keselamatan seluruh negeri, kemudian turut campur untuk menyelesaikannya. Dalam petualangan itu pula, mereka bertemu dengan banyak orang, yang