Posts

Showing posts from July, 2012

Apa Iya Agama Kita Punya Musuh?

"Tuhan tidak perlu dibela, karena Ia maha kuasa" Sebuah ungkapan pendek yang terkesan bijak dan masuk akal bila kita pandang sepintas lalu. Tapi andai kita merenung sedikit lebih dalam, ungkapan itu rupanya punya sisi destruktif berupa pewacanaan agar para pemeluk agama berhenti dari keseriusannya memperjuangkan agama. Benarkah agama tidak perlu diperjuangkan? Benarkah Tuhan tidak perlu dibela? Intanshurullaha yanshurkum , bila kamu menolong Alloh maka Alloh akan menolongmu. Ini adalah kalimat Alloh sendiri yang tertulis dalam Al Qur'an. Maknanya jelas bersebrangan dengan ungkapan pembuka di atas. Kalau ungkapan di atas itu mengatakan bahwa kita tak perlu membela Tuhan, justru dalam Al Qur'an Alloh sendiri yang menganjurkan kita untuk membela-Nya. Dari sini, kita tentu sama-sama tahu mana anjuran yang lebih layak untuk kita ikuti. Dari sini tentu kita perlu melihat istilah 'memberi pertolongan kepada Alloh' dalam perspektif khusus. Kita tahu jelas

Waktu Barokah

"Waktu itu ibarat pedang, jika tidak kau gunakan maka ia akan menebasmu"   Ungkapan di atas diambil dari perkataan seorang ulama besar, Imam Asy Syafi'i rahimahullah yang barangkali sudah jamak didengar oleh kebanyakan kita. Kata beliau, selama bergaul dengan kaum sufi ada dua hikmah yang beliau dapatkan, salah satunya adalah kalimat ini.    Karena ungkapan di atas bukanlah ayat atau hadits, kita tentu sah-sah saja menafsirkannya sesuai perspektif kita. Ada orang yang barangkali memaknainya sebagai dorongan untuk lebih bijak me'menej' waktu. Ada pula orang yang mungkin menganggapnya sebagai spirit untuk meningkatkan produktivitas.  Demikian seterusnya dan saya kira tidak ada yang salah dengan itu. Hanya saja izinkan saya dalam tulisan ini memandangnya dari perspektif berbeda: al barokah. Al barokah dalam kacamata awam bisa diartikan sebagai sesuatu yang jika berada dalam sebuah hal, maka hal tersebut akan mengundang maslahat (kemanfaata

Jangan Bertikai, Sungguh Mukmin itu Bersaudara

Saat dua orang muslim bertikai, siapa yang tertawa puas? Jawabnya adalah setan. Setan lah yang tertawa puas. Terlebih jika pertikaian itu sudah meluas ke dua atau lebih golongan kaum muslimin, maka setan pun akan tertawa lebih puas. Maka jangan engkau biarkan setan menertawai kita saudaraku. Sesungguhnya mukmin itu bersaudara... Miris rasanya di era di mana kaum muslimin masih tertinggal jauh peradabannya di belakang, di situ pula pertikaian kerap terjadi. Tak susah kiranya menyebutkan satu dua contohnya. Lihat saja peristiwa bentrokan antara warga setempat dengan jamaah MTA (Majlis Tafsir Al Qur'an) di Blora beberapa waktu lalu. Entah apa yang menjadi pemicu utamanya, setidaknya saya melihat adanya kesan ketidakdewasaan sebagian masyarakat menghadapi perbedaan. Lebih miris lagi, budaya tabayun yang menjadi ciri akhlak islami seolah ditinggalkan. Warga merasa seolah berhak bertindak berdasarkan persepsinya sendiri. Kita bisa lihat pula banyak forum diskusi di berbagai med

Apakah memaafkan berarti tidak membalas?

Image
Apakah memaafkan berarti tidak membalas? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul begitu saja. Entah kenapa. Tapi jawaban tak kunjung terpikir. Apa iya, kalau kita membalas itu artinya kita tak memaafkan? Apa iya, kalau kita memaafkan itu artinya kita tak boleh membalas? Kukira jawabnya berkisar hanya pada ya, dan tidak Tapi rupanya lebih dari itu. Lebih kompleks dari itu. Saat diri membalas, ada puas yang tersemburat. Semua tau itu. Semua sadar itu. Saat ada kata maaf, pun ada puas yang menyeruak. Semua tau itu. Semua sadar itu. Maka akhirnya sama-sama puas. Lantas mengapa rasanya puas sama puas sulit disatu? Kau tahu? Padahal Tuhan menyuruh mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Nyawa pun layak dibalas nyawa. Tapi saat itu juga Tuhan mentitah, berikanlah maaf buat mereka. Akhirnya aku memaafkan. Akhirnya aku pun membalas. Akhirnya aku memaafkan sekaligus membalas. Ya... Akhirnya pikiran kerdilku yang menjawab, Aku memberi maaf set

Menjaring Pahala dengan Dedaunan

Image
“Jika hari kiamat tiba, sedang ditangan seorang di antara kalian terdapat bibit kurma, jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah. ” (HR. Ahmad) Sepenggal hadits di atas menjadi pelecut dan penghadir inspirasi bagi saya saat berpikir apa yang akan saya kerjakan di kampung halaman. Lulus dari salah satu PTN terkemuka di Bogor dengan hasil sangat memuaskan, menjadi sebuah beban tersendiri bahwa kepulangan ini mesti memberi manfaat luas. Ternyata, kesempatan untuk memberi manfaat itu Alloh tunjukkan begitu saja di depan rumah. Teringat saya pesan hadits di atas, “Andai di tanganmu ada biji, maka tanamlah!”. Jadilah sepetak lahan kosong di depan rumah saya itu kebun pepaya, pisang, dan serai. Bisa jadi banyak orang yang masih menganggap bercocok tanam sebagai kegiatan biasa-biasa saja. Padahal hakekatnya itu adalah satu hal yang istimewa. Menanam tanaman punya nilai plus dimensi ukhrawi. Dalam sebuah riwayat, Rosululloh saw pernah bersabda,  “

Ini Resolusi Ramadhanku, Kamu?

Tulisan ini dibuat 18 Sya'ban 1433 H berdasarkan perhitungan kalender Ummul Quro. Itu artinya, kurang dari 2 pekan lagi Ramadhan, sang bulan mulia itu akan tiba di tengah-tengah kita. Terlepas dari perbedaan 1 Ramadhan yang kemungkinan akan terjadi di tengah kaum muslimin nanti, setidaknya itu tidak menjadi penghalang kita untuk mempersiapkan Ramadhan dengan baik, baik jasadiyah, fikriyah, maupun ruhiyah dengan baik. Dan salah satu wujud konkret persiapan Ramadhan itu adalah dengan merencanakan resolusi, target-target yang hendak dicapai saat Ramadhan berlangsung. Setuju? Sebagaimana kita tahu, output dari Ramadhan setiap tahun selalu sama: menjadi muttaqin, alias manusia yang bertakwa. Namun tentu setiap tahun kita berusaha untuk mencapai level takwa yang berbeda. Kalaulah level takwa kita di Ramadhan ini sama saja dengan level takwa kita di Ramadhan tahun lalu, itu artinya kita termasuk orang yang tak memperoleh manfaat banyak dari Ramadhan. Bahasa lainnya, kita termasuk ya