Mengapa Muhammadiyah?

Pertanyaan ini pernah saya terima suatu hari dari seorang rekan. Pasalnya, saya memang orang yang awalnya sama sekali tidak punya latar belakang kemuhammadiyahan. Saya dari TK sampai kuliah, sekolah di sekolah umum, bukan sekolah Muhammadiyah. Saya biasa sholat di masjid biasa, bukan masjidnya Muhammadiyah. Keluarga saya pun tidak satu pun yang berafiliasi ke Muhammadiyah. Hingga saya kuliah, saya juga tidak ikut pembinaan yang dikelola Muhammadiyah. Persinggungan saya dengan Muhammadiyah hanya dari beberapa tetangga dan rekan yang jumlahnya tidak seberapa. Nah, lantas kenapa kemudian saya memilih Muhammadiyah?

Di artikel terdahulu saya pernah mengemukakan alasan mengapa saya berhenti liqo. Sebagaimana kita tahu, liqo dalam konteks ini adalah sistem kaderisasi yang dimilik harokah Tarbiyah (Partai Keadilan Sejahtera). Nah, apakah lantas saya bergabung ke Muhammadiyah itu sebagai kompensasi atas keluarnya saya dari harokah tersebut? Jawabannya adalah: Ya!

Sebagai seorang yang punya keinginan untuk berkontribusi dalam kegiatan dakwah, keterhubungan dengan komunitas dakwah bagi saya adalah suatu keharusan. Mengapa? Karena saya punya keyakinan: bagaimanapun kita, sehebat apa pun kita, kita tidak akan sanggup berdakwah seorang diri. Bukankah Alloh sendiri yang mengatakan, waltakum minkum ummatun yad'una ilal khoir, waya'muruna bil ma'ruf wayanhauna 'anil munkar... hendaklah ada segolongan umat di antara kamu yang menyeru pada kebaikan? Alloh pun mengatakan, Innalloha yuhibbulladzina yuqotiluna fi sabilihi shoffa, Alloh mencintai orang-orang yang berjuang di jalan Alloh dalam barisan yang teratur. Ini jadi indikasi yang jelas bagi saya bahwa kegiatan dakwah adalah kegiatan yang mesti dilakukan secara bersama-sama. Berjamaah.

Lalu apakah berjamaah itu harus dengan ikut dalam organisasi yang sudah ada? Semisal Jamaah Tabligh, Muhammadiyah, PKS, HTI, dan yang lainnya? Dalam perspektif saya tidak harus, karena semua organisasi itu hanyalah sarana dakwah, bukan inti dakwah atau inti jamaah itu sendiri. Berjamaah yang saya pahami adalah membangun keterhubungan dengan kaum muslimin yang lain kemudian bergerak secara sinergis. Tidak harus dalam organisasi resmi. Namun organisasi yang sudah ada tentunya akan membuat sinergi itu akan jadi jauh lebih mudah. Setidaknya begitu pandangan saya.

Kembali ke topik, lantas mengapa saya memilih Muhammadiyah? Apakah memang Muhammadiyah itu organisasi yang paling baik dibandingkan organisasi sejenis lainnya? Bukan. Bagi saya, memilih sebuah harokah dakwah bukanlah didasarkan pada apakah dia yang terbaik atau tidak. Karena saya memang paham, bahwa dalam kebesaran Muhammadiyah, organisasi ini masih punya kekurangan, seperti halnya organisasi yang lain juga. Bagi saya, memilih harokah dakwah adalah soal kesesuaian manhaj perjuangan dengan hati nurani. Inilah penyebab mengapa ada orang yang meski sama-sama bersemangat berislam dan berdakwah, tapi punya pilihan harokah yang berbeda. Setiap hati punya kecenderungannya sendiri-sendiri. Bagi saya, manhaj yang dimiliki Muhammadiyah adalah manhaj yang paling sesuai dengan hati saya, setidaknya hingga pengamatan saya sampai saat ini. Ibarat anak kunci dan gemboknya, hati saya rasanya benar-benar klop dengan pondasi pergerakan yang dimiliki Muhammadiyah.
  • Konsep perjuangan Muhammadiyah yang bukan sebagai gerakan partisan atau berkiprah di politik praktis. Meski tidak anti politik, jujur, saya pribadi tidak suka politik praktis. entah mengapa ada semacam keyakinan bawah sadar saya, bahwa politik praktis itu cenderung partisan dan chauvinis. Menyekat-nyekat. Sehingga lebih mudah menganggap pihak yang berbeda kepentingan sebagai lawan. Muhammadiyah lebih meniktikberatkan amalnya pada upaya-upaya pendidikan, sosial keagamaan, dan ekonomi.

  • Muhammadiyah punya konsep beragama Islam yang moderat. Sebagai orang yang memang tumbuh di lingkungan yang awam, bukan santri atau abangan, saya merasa konsep-konsep fiqh yang dikeluarkan oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah itu nyaman dan tidak menimbulkan resistensi di hati. Oleh karenanya saya merasa bahagia dalam berislam dan tidak merasakan adanya kesempitan. 

  • Muhammadiyah memiliki pedoman gerakan yang jelas, berupa Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup, Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, 12 Langkah, Pedoma Hidup Islami, konsep Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah, dan sebagainya yang lagi-lagi saya merasa itu semua sangat pas di hati. Mudah-mudahan di tulisan yang selanjutnya saya bisa berbagi itu semua. 

  • Muhammadiyah cenderung akomodatif pada perbedaan pendapat. Di Muhammadiyah yang saya tahu, ada banyak mainstream pemikiran. Namun perbedaan itu tidak lantas membuat ukhuwah antar warganya luntur. Pendapat yang berbeda tidak lantas diberangus dan didoktrinisasi agar semuanya punya pendapat yang sama. Sejauh perbedaan itu masih berada pada koridor Islam yang pokok, semuanya dicoba diakomodasi sebisa mungkin agar bisa sinergis menjadi amal yang bermanfaat.
Sebelum akhirnya saya memutuskan untuk aktif di Muhammadiyah, saya pernah berdoa pada Alloh agar diberikan petunjuk ke harokah yang paling baik buat saya menurut pandangan Alloh. Kemudian Alloh seolah memberikan jawabannya lewat seorang teman, yang entah mengapa tiba-tiba menyodorkan sebuah buku pada saya. Buku itu judulnya "Dasar-dasar Gerakan Muhammadiyah" yang diterbitkan oleh PWM Jawa Barat. Saya tidak tahu mengapa tiba-tiba teman saya itu menyodorkan buku itu. Bukan cuma disodorkan untuk dibaca, tapi diberikan langsung pada saya. Padahal saya sama sekali tidak pernah meminta. Sampai sekarang teman saya itu tidak pernah memberi tahu saya alasannya. Bagi saya, ini sinyal pertama dari Alloh. Dari buku itulah saya mulai mengenal konsep-konsep gerakan Muhammadiyah dari dasar.

Keberadaan buku itu yang menjadi pemantik saya untuk mencoba lebih mengenal Muhammadiyah. Saya pun kemudian mencoba aktif mencari informasi tentang gerakan ini di web, membeli buku-buku yang terkait Muhammadiyah, dan sesekali mencoba ikut pengajiannya. Hal-hal itulah yang alhamdulillah membawa saya mengenal lebih dalam tentang gerakan ini, dan akhirnya membuat saya mereasa klop. Terlebih setelah saya tahu bahwa Buya Hamka dan Jenderal Sudirman ternyata adalah tokoh Muhammadiyah pada masanya. Artinya, Muhammadiyah memang bukan gerakan sembarangan.

Saya paham dan juga mengakui bahwa Muhammadiyah sebagai sebuah komunitas masih jauh dari sempurna. Sehingga ada cerita tentang beberapa kader Muhammadiyah yang kabur ke harokah lain karena merasa Muhammadiyah kurang "islami". Bagi saya itu hal yang wajar, dan kita tidak berhak memaksakan orientasi orang agar sama dengan orientasi kita. Soal ada warga Muhammadiyah yang perilakunya tidak islami atau bahkan tokoh Muhammadiyah sendiri yang punya pemikiran yang cenderung destruktif pada konsep dasar Islam, bagi saya itu tidak cukup jadi alasan untuk kemudian menganggap Muhammadiyah jelek. Bagaimanapun Muhammadiyah bukanlah jamaah malaikat, dan ulah oknum yang nyeleneh akan selalu ada. Toh, ada banyak yang tidak seperti itu. Keragaman tabiat itu jadi hal yang niscaya karena ukuran jamaahnya yang sangat besar. Selain itu, di Muhammadiyah tidak semua warga berposisi sebagai kader atau aktivis dakwah. Jelas pola pemahamannya juga beragam. Sepanjang saya bergelut di Muhammadiyah, saya juga sering kok menjumpai banyak orang yang perihidupnya bisa dijadikan teladan dan merepresentasikan pribadi mukmin yang sangat baik. Lagi pula bagi saya, bermuhammadiyah itu sekali lagi bukan karena orang-orang Muhammadiyahnya, tapi karena Alloh. Bukan untuk orang-orang Muhammadiyahnya, tapi untuk Islam. Bukan berpedoman pada orang-orang Muhammadiyahnya, tapi berpedoman pada prinsip-prinsip gerakan.

Akhir kata, ini tulisan yang sifatnya sangat subjektif yang sengaja saya bagi dengan harapan bisa menghadirkan inspirasi. Pun tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyekat-nyekat kaum muslimin dalam menegakkan agama Alloh dengan menonjolkan sebuah harokah dan mengesampingkan yang lain. Tidak! Tulisan ini dibuat agar masyarakat yang memang memiliki preferensi berbeda itu, bisa saling memahami satu sama lain, bisa mencoba melihat dunia dari perspektif pihak lain meski tidak harus berujung pada kata sepakat. Sehingga akhirnya sinergi kaum muslimin yang sama-sama kita harapkan itu bisa terwujud (terlepas dari mana pun harokahnya).

Wallohua'lam bishowab

Comments

  1. Terima kasih atas tulisannya. Bagus. Salam dari sesama kader Muhammadiyah

    ReplyDelete
  2. Pilihan anda untuk hijrah ke muhammadiyah sangat tepat,muhammadiyah adalah yg terbaik..seperti apa yg saya lakukan tahun lalu,thanks muhammadiyah.

    ReplyDelete
  3. InsyaaAllah pilihan saudaraku sudah tepat, sy juga merasa senang krn pendiri republik ini juga bnyk tokoh2 Muhammadiyah sprti Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Mudzakar, KH Mas Mansyur, MR Kasman Lion on The Table, KHA Dahlan, Ir Soekarno sendiri pd saat sblm wafatnya konon justru minta jenazahny utk ditutupi dg bendera Muhammadiyah mungkin krn mertuanya adl tokoh muhammadiyah sumatera, smntara jensoed ambil peran di militernya (out door), blm lagi kongres wanita pertama yg mnggagas adl muridnya Ny Walidah Dahlan, adanya Depag (kemenag) juga atas prakarsa KH Dardiri tokoh Muh Banyumas, P Harto juga kader Muhammadiyah, dan bnyk tokoh lain yg tidak bs sy sebutkan semuanya disini

    ReplyDelete
  4. Wah masyaa allah perjuangannya kak, doakan saya menjadi kader yang amanah dan bisa bermanfaat bg umat, salam fastabiqul khoirot
    IMM IPB

    ReplyDelete
  5. Jazakumulloh khoirun katsir :)

    ReplyDelete
  6. Assalamualaikum,
    Maaf bisakah diinformasikan ke saya tempat kajian Muhammadiyah di wilayah bekasi?
    Terima kasih atas informasinya.

    ReplyDelete
  7. Wa'alaikumussalam Bu Evi. Kalau tidak salah PDM Bekasi ada di Jl. Ki Mangunsarkoro. Untuk jadwal mohon maaf saya belum tahu Bu. Mungkin bisa langsung dikonfirmasi di sana ya.

    ReplyDelete
  8. Jadi pointnya bermuhammadiyah bukan karena orang2 / jamaahnya ..tapi karena ALLAH, sepemahaman 🙏🙏

    ReplyDelete
  9. Iya saya juga Muhammadiyah. Mantan tarbiyah juga..di tarbiyah dulu sering nya bahas tokoh gerakan danjamaah...saya gak nyaman aja..yg penting amalan yaumi tetap dijaga. Saya sinergi NU kultural Muhammadiyah dan amalan yaumi tarbiyah. Eskgak liqo...saya politiknya juga cenderung ke PAN hehesaya juga gak bisa kalau harus ngader ala tarbiyah.makanya saya pindah Muhammadiyah..apalagi habit awal saya juga NU kultural...lebih mudah menerima Muhammadiyah daripada tarbiyah. NU juga ada dzikir pagi petang cuma gak dipublish kayak tarbiyah..mereka gak tahu istilah almatsurat juga..ya itu bedanya sih...kalau yg gak pernah liqo pasti gak paham dzikir pagi petang

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia