Mengapa Harus Ikhlas?

Orang mungkin sering keterlaluan dan hanya mementingkan diri sendiri. Bagaimanapun, maafkanlah.
Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih. Bagaimanapun, berbaik hatilah.
Bila engkau sukses, engkau mungkin akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati; Bagaimanapun, sukseslah.
Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu; Bagaimanapun jujur dan terbukalah.
Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam; Bagaimanapun bangunlah.
Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri; Bagaimanapun berbahagialah.
Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, Mungkin saja besok sudah dilupakan orang; Bagaimanapun, berbuat baiklah.
Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu.
Bagaimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka.

Ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu;

----------------------------

Saya cukup respek dengan cuplikan di atas, sungguhpun kalimat itu dinisbatkan pada sosok Agnes Gonxha Bojaxhiu, atau yang lebih dikenal dengan nama bunda Theresa, seorang biarawati Katholik. Bagi saya, spirit pesannya persis seperti yang diajarkan oleh Islam. Kita  diajarkan untuk melakukan sebuah amal kebaikan bukan demi penghormatan, bukan demi penilaian orang lain, bahkan bukan demi diri sendiri, tapi demi Alloh. Dengan sikap seperti itulah kita berlaku ikhlas.

Orang yang ikhlas adalah orang yang paling enteng menghadapi kehidupan. Ia tak akan sibuk memikirkan penilaian orang lain. Yang ia perhatikan adalah bagaimana penilaian Alloh padanya. Ketika dia dihina, dikritik, dicerca, hatinya tidak akan perih karena menganggap hinaan itu bisa jadi kritik yang berharga untuk memperbaiki dirinya di hadapan Alloh. Yang ia pentingkan hanya penilaian dari Alloh. Ketika usahanya tidak berhasil, ia tak akan putus asa karena yakin bahwa Alloh pasti membalas usahanya itu. Yang ia pentingkan adalah balasan dari Alloh. Saat bantuannya pada orang malah tidak dihargai, ia pun tidak sakit hati karena yakin bahwa Alloh lah yang menghargainya. Yang ia pentingkan adalah penghargaan dari Alloh.

Bandingkan bila diri kita jauh dari keikhlasan. Setiap waktu kita akan disibukkan oleh sesuatu yang tidak bermanfaat. Kita akan mudah tersinggung, mudah sakit hati, mudah kecewa, dan seterusnya. Saat motif perbuatan kita bukan karena Alloh, saat itu pula fisik dan mental kita akan capek sendiri. Mengapa? Karena kita tahu bahwa yang terjadi dalam kehidupan ini tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita. Dan saat itu terjadi, saat itu pula lah jiwa kita menderita.

Keikhlasan adalah manifestasi dari tauhid yang benar. Jika tauhid kita benar, yang kita pertuhankan hanyalah Alloh, bukan yang lain. Saat ada hal lain yang kita 'pertuhankan' maka kita sungguh terjebak dalam satu bentuk kemusyrikan. Tak jarang manusia zaman sekarang (barangkali kita saat ini termasuk di antaranya) tanpa sadar kerap 'mempertuhankan' hal lain selain Alloh. Kita berlindung pada Alloh dari sikap mempertuhankan hawa nafsu, mempertuhankan harta, mempertuhankan jabatan dan kedudukan, mempertuhankan pasangan, mempertuhankan mode, mempertuhankan penampilan, mempertuhankan pimpinan, mempertuhankan penilaian orang lain. Ya, semua itu adalah berhala baru, yang dalam istilah Kang Salim A. Fillah, disebut berhala baru yang kini bermetamorfosis. Meski secara sadar kita tak menganggap itu semua sebagai tuhan, namun secara tak sadar perilaku kita menjadikan mereka seolah tuhan yang dijadikan motif berperilaku. Dan dalam konsep tauhid uluhiyah yang saya tahu, hal tersebut memang menodai tauhid yang murni. 

Itulah sebabnya mengapa Rosululloh saw diutus kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak. Mengapa menyempurnakan? Karena sesungguhnya akhlak yang baik tidak akan bisa sempurna hingga ia dilandasi oleh tauhid yang benar. Orang mungkin bisa memperlihatkan akhlak yang baik, senyum misalnya, namun motifnya bisa macam-macam. Ada yang senyum karena diperintah atasan. Ada yang senyum supaya dagangannya laku. Ada yang senyum supaya lamarannya diterima calon mertua. Ada yang senyum supaya dirinya dinilai baik. Ada yang senyum karena pengen pamer gigi barunya. Dan seterusnya. Di antara semua itu, sebaik-baik senyum adalah senyum yang diniatkan supaya Alloh ridho padanya. Senyum karena Alloh.

Oleh karena itu, sebagai seorang yang mengaku mukmin, sudah selayaknya kita benar-benar bermujahadah untuk menjadi pribadi yang ikhlas. Semoga dengan usaha itu, Alloh mengaruniakan kita sikap ikhlas yang akan mengubah hidup kita secara signifikan menjadi lebih baik. InsyaAlloh.

Wallohua'lam

-------------------------------------
*Sebagian isi tulisan ini terinspirasi dari tausiyah Aa Gym dalam acara "Damai Indonesiaku" di TVOne, 13 Dzulqaidah 1433.

Comments

  1. bukan harus ikhlas.. tapi kalau bisa jadi wajib tuh.. heheh

    ReplyDelete
  2. dengan berbuat ikhlas, maka membantu meringankan orang lain.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?