Laptop: Charger Rusak, Isteri Kedua, dan Hafalan Qur'an

Pagi itu, saat tengah browsing internet, terlihat sinyal di depan layar laptop yang menandakan sebentar lagi baterenya akan habis. Batere tinggal 10%, begitu pesannya. "Ah, masih 10%, masih bisa browsing lama", begitu pikir saya. Saya memang jarang mencharge laptop dalam keadaan hidup, kecuali memang kalau sedang terdesak.

Tak lama kemudian, sinyal lain pun muncul. Kali ini sinyalnya menunjukkan kalau batere tinggal 7%. Spontan tangan pun meraih charger yang tergeletak, lalu mengubungkan dua ujung kabelnya dengan cok listrik (stop kontak) dan laptop. Beres.

Beberapa saat kemudian, laptop saya tiba-tiba "mbleret" dan akhirnya mati. Usut punya usut, ternyata aliran listriknya nggak  masuk ke laptop. Kabel charger pun saya "refresh", dicabut  lalu dicolokkan kembali. Beberapa kali itu saya lakukan, listrik tak kunjung masuk. Laptop saya tetap mati. Ternyata pagi itu charger laptop saya rusak. Wheww...

Tiba-tiba saya teringat, semasa kuliah di Bogor dulu saya pernah beli charger laptop juga. Charger baru itu 'terpaksa' dibeli karena tas yang menyimpan charger lama saya raib ntar kemana. Selama masa raib itu saya tentu butuh charger baru, tapi akhirnya tas itu ditemukan seorang marboth masjid, lengkap dengan isi-isinya. Jadilah semenjak itu saya punya dua charger laptop. Begitu pulang kampung ke kisaran, charger itu saya bawa dan saya letakkan di loteng gudang.

Saya pun bergegas ke gudang dan mencari-cari charger yang dimaksud. Voila! ketemu! Charger yang lama rusak, giliran charger yang lain dipakai. Tapi sejenak tertegun saya melihat charger 'baru' itu. Charger itu sudah lusuh tertutup debu. Dan yang paling mengesalkan hati, kabel penghubungnya ternyata sudah putus, digerogoti tikus. MasyaAlloh...

Dua charger saya tak bisa dipakai. Saya cari ke seantero kota, di mana kira-kira tempat atau orang yang bisa mbenerin charger, tapi tak kunjung ketemu. Orang-orang yang saya jumpai rata-rata menyatakan tidak sanggup membetulkan charger yang terbakar atau menyambung kabel yang putus. Saya juga maklum, kabel charger saya memang terdiri dari banyak sambungan di dalamnya. Ada  kabel dalam dan ada kabel luar. Sulit mengidentifikasi mana sambungan yang sesuai satu sama lain.
Walhasil saya pun pasrah, dan lagi-lagi terpaksa membeli charger baru.

Saya ingat dalam sebuah sesi pengajian, seorang pemateri pernah menceritakan secercah fragmen ketika tali terompah Rosululloh putus saat berjalan. Mengetahui terompahnya putus, Rosululloh pun berhenti. Beliau merenung, "Ya Alloh, apa dosa yang telah aku perbuat hari ini, sehingga terompahku putus?" Subhanalloh, untuk sebuah terompah yang putus saja beliau merenung hingga demikian dalam. Beliau merasa tertegur atas secercah kejadian sederhana yang menimpanya. Padahal beliau adalah seorang Nabi yang ma'shum (bebas dari dosa).

Fragmen Rosululloh itu sangat mengena di hati saya. Saya pun jadi merenung. There's something hide behind this. Saya mencoba menerka-nerka pesan tersirat yang Alloh coba sampaikan. Ada hikmah yang mungkin ingin Alloh tunjukkan dari rusakknya kedua charger laptop saya. Dalam perenungan itu, saya pun menyadari satu hal: selama ini saya menjadi cenderung lalai karena kehadiran laptop! Isteri saya pernah menyampaikan tegurannya, syukurlah yang Alloh takdirkan rusak hanya charger, bukan laptopnya. Dengan ini Alloh sudah memberikan isyarat dengan sangat halus. Subhanalloh...

Saya pun teringat lagi, selama ini laptop sering mengalihkan perhatian saya terhadap isteri. Isteri saya seolah dimadu dengan kehadiran isteri kedua saya: si laptop ini. Yang lebih memprihatinkan, interaksi saya dengan laptop ini melalaikan saya dari menghafal Al Qur'an. Astaghfirullohal'adzhim. Target-target hafalan selama ini nyaris pudar, murojaah pun tersendat-sendat. Saya seolah kehabisan waktu, padahal hakekatnya waktu saya banyak disedot oleh kebersamaan saya dengan laptop. MasyaAlloh. Padahal itikad untuk menghafal inilah yang awalnya membuat saya menolak untuk melamar kerja, dan lebih memilih untuk berwirausaha kecil-kecilan di kampung supaya tetap punya waktu yang cukup untuk menghafal.

Saya sadar, justru mendapat hikmah besar dari teguran Alloh melalui peristiwa kecil ini. Semakin sadarlah saya bahwa, Alloh itu maha sayang terhadap hamba-hambaNya. Apa pun peristiwa yang menimpa kita, kalau kita sedikit saja berusaha untuk cermat, insyaAlloh ada hikmah yang terkuak. Teringat saya dengan kata-kata guru saya, Pak Arief Munandar saat masih jadi santri di PPSDMS dulu, "it's not the events of our lives that shape us, but our beliefs as to what those events mean".

Teringat pula saya dengan salah satu untaian ayat dalam Al Qur'an: "Boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuati padahal itu baik bagimu. Allog mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah: 216)

Wallohua'lam

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?