Ta'rif Al Hadits

Sebagai agama, Islam memiliki Al Qur'an sebagai kitab sucinya. Begitu pula agama lain yang mengaku memiliki kitab suci, bibel bagi kaum nasrani, tripitaka bagi umat buddha, weda bagi hindu, dan seterusnya. Tapi Islam memiliki satu lagi dasar agama yang tidak dimiliki agama lain. Dasar ini juga menjadi penjamin bahwa Islam akan tetap genuine sejak ia pertama datang hingga kiamat tiba, di mana jaminan seperti itu tidak ada dalam millah yang lain. Dasar itu adalah Al Hadits.

Al Hadits menjadikan konsep keberagamaan kaum muslimin menjadi gamblang dan tetap utuh; bebas dari penambahan ataupun pengurangan. Islam lah satu-satunya agama yang mengurus detail peribadatan, konsep kepercayaan, tingkah laku, hingga adab menyikapi perubahan zaman. Dengan dua perangkat ini (Al Qur'an dan Al Hadits), Rosululloh saw menjamin kaum muslimin senantiasa berada dalam keselamatan dan tidak akan tersesat selama-lamanya.

Rosululloh saw bersabda, “Aku tinggalkan buat kalian dua hal, yang jika kalian pegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik)

Pengertian Al Hadits

Lalu apa itu Al Hadits? para ulama mengategorikan pengertian Al Hadits ini menjadi dua, yakni pengertian sempit (terbatas) dan pengertian yang luas (umum). Dalam pengertian yang terbatas ini, Al Hadits dimaknai sebagai segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw semata, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pendiaman (taqrir) beliau. 

----------

a. perkataan
Yang dimaksud perkataan adalah perkataan yang pernah beliau ucapkan secara langsung. Contohnya: "Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat..." (HR Bukhari - Muslim)

b. perbuatan
Yang dimaksud perbuatan adalah apa yang pernah diperbuat Rosululloh sedang perbuatan itu disaksikan oleh para sahabatnya. Contohnya berita yang disampaikan oleh Jabir r.a. bahwa Rosululloh saw sholat di atas kendaraan menurut kendaraan itu menghadap. Apabila beliau hendak sholat fardhu, beliau turun sebentar lalu menghadap kiblat. (HR Bukhari)

Namun demikian, para ulama mengecualikan beberapa perbuatan Rosululloh saw yang non-tasyri'iyah (tidak mengandung implikasi hukum -tidak wajib dicontoh) seperti:
  • Sebagian tindakan beliau yang memang ditunjuk oleh dalil khusus untuk beliau saja, seperti kebolehan menikahi wanita lebih dari 4 dan tanpa mahar.
  • Sebagian tindakan beliau yang bersifat profan (keduniaan) seperti soal pertanian, strategi perang, atau pun perdagangan
  • Sebagian tindakan beliau dalam kapasitasnya sebagai manusia, seperti pemilihan model dan warna pakaian, tunggangan yang dipakai, makanan kesukaan, dan sebagainya 
Ketiga hal itu berlaku selama tidak ada keterangan yang secara tegas memerintahkan untuk diikuti.

c. pendiaman
Yang dimaksud pendiaman di sini adalah diamnya Rosululloh saw pada perkataan atau perbuatan sahabat-sahabatnya. Beliau tidak menyanggah ataupun menyetujui secara nyata itu semua padahal beliau tahu. Contohnya diamnya beliau saat Khalid bin Walid beserta sahabatnya menghidangkan daging biawak untuk dimakann. Rosululloh saw sendiri tidak memakannya tapi tetap membiarkan sahabat-sahabatnya yang ingin memakannya.

----------

Sedangkan dalam pengertian luas, yang dimaksud dengan Al Hadits adalah suatu perkataan maupun perbuatan yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw maupun sahabat-sahabat beliau dan para tabi'in (generasi setelah sahabat). Dalam pengertian luas ini, akhirnya muncul lah pembagian Al Hadits ke dalam tiga jenis:
1. Hadits marfu', yakni hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw
2. Hadits mauquf, yakni hadits yang disandarkan pada para sahabat 
3. Hadits maqthu', yakni hadits yang disandarkan pada tabi'in

Sebagian ulama ada juga yang menggunakan istilah Al Hadits, Al Khabar, Al Atsar, dan As Sunnah. Pada prinsipnya Al Hadits dan Sunnah itu sinonim, begitu pula Al Khabar dan Al Atsar. Namun pada prakteknya, Al Hadits dan As Sunnah itu digunakan untuk yang disandarkan pada Rosululloh saw, sedangkan yang disandarkan pada selain beliau disebut Al Atsar. Nah, Al Khabar adalah gabungan antara Al Hadits (As Sunnah) dengan Atsar. Jadi, Al Hadits sudah pasti Al Khabar, tapi Al Khabar belum tentu Al Hadits

Wallohua'lam

(bersambung)

sumber: Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs Fatchur Rachman, Penerbit Al-Ma'arif

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?