Bentuk-bentuk Amanah


“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS An Nisa : 58)

Suatu hari seorang Badui datang menghadap Rosululloh saw, lalu bertanya pada beliau, “Wahai rasululloh kapan kah kiamat (kehancuran) itu terjadi?” Kemudian Rosululloh menjawab, “Kiamat datang ketika amanat itu disia-siakan”. Sang Badui pun lalu bertanya lagi, “Bagaimanakah bentuk penyia-nyiaan itu ya Rosululloh?” Rosululloh pun menjawab, “Ketika amanat diberikan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”

Sepenggal kisah di atas menjadi pembuka halaqoh warga Muhammadiyah Kisaran Kota, Hari Selasa malam, 3 Safar 1433 H. Ustad Munif sebagai pemateri kali itu memang megambil konsep amanah sebagai topik ta’limnya.

Dalam tafsir Al Maraghi, Syaikh Muhammad Mustafa al Maraghi memaknai amanah sebagai sesuatu yang harus dijaga atau ditunaikan pada yang berhak. Dalam bahasa sehari-hari, istilah amanah itu sinonim dengan istilah tanggung jawab. Itu artinya orang yang tak menunaikan amanah juga bermakna orang yang tak bertanggung jawab. Efek dari tindakan tak bertanggung jawab ternyata dahsyat. Dalam hadits di atas, Rosululloh mengatakan bahwa itu adalah pemicu datangnya kehancuran, penanda datangnya kiamat.
Lalu apa wujud tanggung jawab manusia itu? Lebih lanjut, dijelaskan ada setidaknya 3 konsep tanggung jawab atau amanah yang meliputi diri kita, yang tak boleh kita sia-siakan.   

1. Tanggung jawab pada Alloh

Ini tanggung jawab mendasar yang perlu selalu kita perhatikan. Sebelum lahir ke dunia, kita manusia tanpa terkecuali sebenarnya telah berikrar, ketika Alloh swt bertanya, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” kita berkata, “Benar, sesungguhnya kami bersaksi”. Nah, kesaksian itulah yang menandai tanggung jawab kita saat terlahir ke dunia. Kita bertanggung jawab untuk konsisten pada keimanan, pada tauhid, dan pada hal-hal yang Alloh tuntunkan. Orang yang lalai ibadahnya, lalai taubatnya, lalai dzikirnya, aktif maksiatnya, sebenarnya sudah menyia-nyiakan tanggung jawabnya di hadapan Alloh.


2. Tanggung jawab pada manusia lainnya

Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Inilah kerangka tanggungjawab kemanusiaan: kepemimpinan. Kita adalah pemimpin, meski mungkin dalam lingkup kehidupan yang paling kecil. Contoh sederhana dari tanggung jawab jenis ini adalah tanggung jawab pejabat publik pada rakyatnya. Dalam sebuah riwayat, dikisahkan Abu Dzar al Ghiffari datang menghadap Rosululloh saw. Ia datang bermaksud meminta jabatan publik sebegaimana halnya sahabat-sahabat Rosululloh yang lain. Saat permintaan itu Rosululloh terima, Rosululloh lantas tersenyum dan sebagai layaknya seorang sahabat, beliau pun menepuk-nepuk bahu Abu Dzar. Rosululloh mengatakan pada Abu Dzar bahwa sesungguhnya Abu Dzar masih sosok yang lemah. Jika diberikan amanah, Rosululloh khawatir itu akan menjadi kehinaan dan penyesalannya di hari kiamat. Abu Dzar pun akhirnya menerima keputusan itu dengan lapang dada.

Dalam konteks kekinian, betapa banyak kita saksikan orang yang berlomba-lomba memperebutkan jabatan. Padahal tanpa kecakapan yang memadai, jabatan itulah yang kelak bisa menyiksa mereka. Tidak Cuma di akhirat, di dunia pun Alloh sering menunjukkannya. Itulah sebabnya ada pameo baru di obrolan warung kopi, jika dulu para tokoh publik dipenjara dulu baru punya jabatan, maka sekarang sebaliknya, para tokoh publik punya jabatan dulu baru dipenjara. Dulu ada Sukarno, Hatta, Hamka, bahkan Nelson Mandela yang di awal karirnya pernah mengenyam rasanya di bui, tapi kemudian menjadi pemimpin disegani. Sekarang ada...ah, pembaca bisa terka sendiri lah pejabat publik yang karirnya lalu habis di penjara.

Bentuk tanggung jawab kepada manusia lainnya adalah tanggung jawab seorang suami pada isterinya. Ketika ijab qabul terjadi, hakekatnya sang wali sudah menyerahkan tampuk tanggung jawabnya pada mempelai pria yang menerimanya.Itu artinya, sang suami memikul tugas yang sebelumnya dipikul ayah mertuanya: menafkahi, menjaga, mendidik, dan membahagiakan isteri yang dipersuntingnya. Lalai pada tanggung jawab ini berarti malapetaka buat kehidupan rumah tangga. Disebutkan pada tahun 2011, di Kabupaten Asahan ada sekira 800 perkara sidang perceraian, di Tanjung balai sekitar 500 kasus, di Medan ada sekitar 2000 kasus, di Indramayu bahkan ada sekitar 4000-an kasus. Menurut penuturan pegawai KUA, sebagian besar kasus perceraian itu dipicu satu hal: suami yang tak bertanggung jawab.   

3. Tanggung jawab pada diri sendiri.   

“Janganlah kamu jatuhkan dirimu pada jurang kebinasaan”. Seorang muslim dilarang menganiaya dirinya. Itulah salah satu bentuk tanggung jawab pada diri sendiri. Oleh karena itu kita dilarang bersikap berlebih-lebihan dalam segala sesuatu, termasuk dalam hal ibadah.

Suatu hari pernaha da tiga orang datang kepada isteri Rosulullah saw untuk bertanya perihal ibadah beliau. Setelah memperoleh jawaban, mereka pun berkata, “Dimanakah posisi kita dihadapan Alloh, padahal Rosululloh telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang”. Lalu seorang di antara mereka berkata, “Sesungguhnya aku akan sholat sepanjang malam dan tidak akan tidur”, seorang yang lain pun berkata, “Sesungguhnya aku akan berpuasa terus menerus dan tidak aka berbuka”. Seorang yang lain lagi juga berkata, ”Sesungguhnya aku juga tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian Rosululloh pun datang, dan berkata “Sesungguhnya aku orang yang paling takut pada Alloh dan paling bertakwa. Tapi aku sholat dan aku tidur. Aku puasa dan aku berbuka. Aku pun menikahi wanita-wanita.”

Hadits di atas sejurus menjelaskan pada kita untuk tidak abai pada hak-hak tubuh. Pengabaian pada hak-hak tubuh berarti sikap yang tidak bertanggung jawab. Di tengah kewajiban dan anjuran pada kita untuk sholat, puasa, zakat, dan sebagainya ada hak mata untuk tidur, hak tubuh untuk diberi makan, ada hak keluarga untuk diberi nafkah dan sebagainya. Itulah mengapa Bang Rhoma Irama melarang kita begadang kalau tiada artinya, begadang boleh saja asal ada perlunya. Karena dengan begadang berarti kita memporsir mata untuk terlelap, tubuh untuk istirahat, dan seterusnya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu memelihara amanah...
Mereka adalah pewaris surga, manusia yang disayangi Alloh
Alangkah indah bila hadi mengenal tanda-tanda ada tujuh di hidupnya
yang keempat orang yang menunaikan amanah....
mereka adalah orang yang dirindu surga
Surga Firdaus lah termpat kembali mereka
(Pewaris Surga, Opick)

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Saya Berhenti Liqo? (II)

Mengenal Gerakan Islam di Indonesia

Mengapa Muhammadiyah?